Merajut Kembali Kejayaan HMI Komisariat FHUI

MERAJUT KEMBALI KEJAYAAN HMI KOMISARIAT FHUI

Oleh: Pan Mohamad Faiz

Catatan: Tulisan ini disampaikan sebagai bahan pembekalan bagi Pengurus Terlantik HMI Komisariat FHUI Periode 2009/2010, sekaligus sebagai bahan Pengantar Utama Diskusi dengan Tema: ”Kebangkitan Dimulai dari Sini, dari Komisariat Kita” pada Sabtu, 7 Februari 2009 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok. Diskusi menghadirkan Pembicara lainnya, yaitu DR. SULASTOMO (Mantan Ketua Umum PB HMI Periode 1963-1967, Pemimpin Umum Harian Pelita) dan ABDUL HARIS M. RUM (Partner Lubis Ganie Surowidjojo Lawfirm). Kegiatan ini sekaligus sebagai refleksi hari lahir HMI ke-62 yang jatuh bertepatan pada tanggal 5 Februari 2009.

I. Pendahuluan

img_1594Kibaran bendera Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di jagad raya kemahasiswaan memang tidak pernah surut hingga kini. Maklum saja, organisasi yang berdiri sejak tanggal 5 Februari 1947 dengan bernafaskan keislaman dan berbasis intelektualitas ini telah dan terus menelurkan sederat kampiun kenamaan di berbagai bidang, mulai dari para akademisi, politisi, pengusaha, hingga petinggi negara. Namun demikian, di usianya yang dua hari lalu telah menginjak 62 tahun, pantulan suara genderang HMI ternyata juga tidak kalah sumbangnya dengan apa yang telah dihasilkannya selama ini. Tak pelak, di tengah-tengah nada yang membanggakan, kiprah HMI kerap kali diterjang kritik yang beraneka ragam.

Pasalnya, tujuan dasar organisasi untuk membina insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT bak api jauh dari panggang. Aksi intelektual yang biasanya menjadi garda terdepan corak pergerakan HMI kian hari kian memudar. Bahkan, tidak jarang justru cipratan noda hitam muncul akibat bentrokan fisik yang terjadi antarsesama kader muda HMI ataupun organisasi lainnya. Tokoh-tokoh HMI yang acapkali tersandung dengan berbagai kasus hukum dan imoral, turut pula menambah wajah buram organisasi ini. Tak pelak, hal tersebut seringkali dihembuskan menjadi ‘bumbu penyedap’ dari pihak yang tidak senang dengan keberadaan HMI, sehingga seakan-akan antara personal diri pribadi dengan nama organisasi dianggap tidak ada perbedaannya lagi. Lebih dari itu, terbentuk dualisme kepengurusan yang kadang terjadi hampir di tiap tingkatan Kepengurusan HMI, menyebabkan banyak pihak menggeleng-gelengkan kepala menunjukan tanda keheranannya.

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk sekedar mengupas dua sisi wajah HMI semata. Namun lebih dari itu, yaitu untuk dijadikan bahan refleksi bersama perjalanan kita guna membangun kembali kejayaan HMI melalui perjuangan dan pegerakan yang sesuai dengan perkembangan jaman tanpa melenceng jauh dari arah pembentukannya.

Pertanyaannya kini adalah dari manakah sekarang kita harus memulainya? Tentunya tidak akan ada jawaban yang mutlak untuk pertanyaan tersebut, tetapi marilah kita sejenak mengingat kembali Firman Allah SWT dalam surat Ar Ra’du ayat 11 yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah tiada mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.

Ayat ini menggambarkan bahwa setiap kaum dapat berubah apabila mereka berkehendak untuk melakukan perubahan diri mereka sendiri. Untuk itu berlakulah konsep perbaikan dan kebangkitan yang harus dimulai dari diri sendiri, keluarga, umat, masyarakat, lalu kemudian bangsa dan negara.

Dalam konteks perbaikan dan penyempurnaan eksistensi HMI, maka perubahan haruslah datang dari hal yang paling dekat dan sederhana dari kita semua, yaitu pribadi kita masing-masing, para anggota dan alumni sebagai insan mulia dengan ditopang pula oleh penguatan kelembagaan HMI di tingkat Komisariat sebagai nadi terdekat dari basis pergerakan organisasi secara struktural. Untuk uraian kali ini, maka Penulis akan mencoba untuk lebih memfokuskan pembahasan terhadap HMI Komisariat FHUI, tempat hunian dimana Penulis pernah ditempa, dikader, dan dibesarkan hingga seperti sekarang ini. Namun demikian, obyek analisa permasalahan, hambatan, dan tantangan yang akan dipaparkan berikut ini, bukan mustahil terjadi sebagaimana umumnya pada Komisariat-Komisariat lainnya. Oleh karenanya, tulisan singkat ini diharapkan dapat juga dijadikan pedoman sederhana bagi perbaikan Komisariat HMI yang memiliki corak dan karakter yang serupa.

II. Revitalisasi HMI Komisariat FHUI

Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan, bila kita tilik secara historis, HMI Komisariat FHUI dapat dikatakan sebagai salah satu Komisariat yang tidak pernah hilang keberadaan dan perannya dari peta organisasi ekstra kampus di Universitas Indonesia (UI). Ratusan alumnusnya pun kini telah terbukti mendulang sukses dalam perjalanan karir hidupnya selepas menyelesaikan studi di bangku kuliah. Sedangkan bagi mereka yang masih duduk di bangku kuliah, tidak sedikit yang didaulat menjadi teladan dan role model baik di bidang akademis maupun aktivis organisasi. Oleh karenanya, hingga kini tidak sedikit jumlahnya, baik dari calon anggota maupun anggota HMI Komisariat FHUI itu sendiri, yang mempunyai angan-angan mengikuti jejak manis para pendahulunya.

Namun sayangnya, salah kaprah kerap terjadi dalam hal ini. Hingga kini masih banyak yang berpikiran bahwa dengan cara ‘menyemplungkan’dirinya saja tanpa berbuat banyak dengan hanya menyandang status sebagai anggota HMI Komisariat FHUI, maka dengan sendirinya ia dapat menuai sukses sebagaimana sering menjadi ‘dongeng manis’ keseharian di Komisariat FHUI. Sedangkan, bagi mereka yang memang berniat tulus untuk mengembangkan karakter ilmu dan sifat kepemimpinan serta menambah jaringan mutualnya, berkali-kali merasa dikecewakan dan bahkan frustasi karena organisasinya tersebut tidak mampu memfasilitasi dan tidak dapat menjadi wadah yang sesuai dengan keinginannya. Akhirnya yang bermunculan adalah sikap apatisme dan sirnanya rasa sense of belonging terhadap kepemilikan nurani kekeluargaan yang menjadi modal utama kekalnya hubungan silaturahmi sesama anggota dan alumni HMI Komisariat FHUI selama ini.

Setidaknya kondisi yang mencemaskan ini sedikit terlihat dalam perjalanan aktivitas Komisariat beberapa tahun terakhir, walaupun dapat dikatakan bahwa kini telah terjadi perbaikan konstruktif dan konsolidasi internal secara gradual. Menghadapi fenomena demikian, kita pun tidak perlu terlalu risau berlebihan sehingga justru dapat menyebabkan tidak bekerjanya otak dan tangan-tangan kita. Ibarat sebuah gelombang, suatu organisasi masih terbilang wajar apabila terkadang eksistensi longitudinalnya berubah naik-turun, sepanjang ia tidak menjadi organisasi tanpa adanya kehadiran kegiatan pengkaderan sebagai detak jantung HMI.

Untuk mempercepat pulihnya aktivitas kegiatan dan menajerial HMI Komisariat FHUI, serta untuk membangkitkan dan menghidupkan perjuangan para insan terbaiknya, setidaknya terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai catatan untuk kita semua. Uraian berikut amat terkait dengan konsepsi yang Penulis rumuskan sebagai “5M + 1R”, yaitu man (orang), method (cara), management (manajemen), material (bahan), money (uang), dan relation (hubungan).

Pertama, sumber daya manusia atau orang (man). Untuk menggerakan roda Komisariat sudah tentu kita membutuhkan tenaga kepengurusan sesuai dengan proporsinya. Begitu juga dengan keanggotaan yang menjadi tulang punggung keberadaan Komisariat. Tarik ulur pendapat mengenai pola rekrutmen yang menitikberatkan antara kualitas dan kuantitas hingga kini terus terjadi. Sebagian beranggapan bahwa HMI Komisariat FHUI tidak perlu menjadi organisasi penampungan anggota yang membludak. Sehingga, seringkali terlontar pendapat lebih baik sedikit anggota namun kualitasnya merata dibandingkan dengan banyak anggota namun kualitasnya tidak terjaga. Di sisi lain, sebagian pihak percaya bahwa HMI Komisariat FHUI memerlukan anggota yang jumlahnya juga harus banyak, mengingat peran dan kontribusinya dalam mengisi aktivitas kampus juga tidak sedikit. Bagi kalangan kedua ini, masalah kualitas menjadi nomor kedua, karena toh mereka dapat dibina dan dibentuk melalui sistem pengkaderan yang tepat untuk menjadi orang-orang yang berkualitas.

Lalu bagaimanakah idealnya? Tentunya kita semua menginginkan Komisariat memiliki banyak anggota dengan kualitas yang tinggi dan merata. Sebenarnya, kedua pendapat yang muncul di atas dapat dicarikan jalan tengah, yaitu dengan cara membentuk batas atas maksimum penerimaan anggota setiap hendak melaksanakan Latihan Kader I (LK 1). Proses persyaratan mengikuti pra-kegiatan LK 1 dan wawancara sudah seyogyanya terus dilakukan, namun jangan juga menjadi terlalu berbelit yang dapat menyebabkan hilangnya minat para calon anggota. Karena faktanya, banyak calon anggota yang memiliki kualitas dan mutu kepemimpinan baik, serta dianggap mempunyai prospek cerah untuk penguatan lembaga HMI, namun ‘terpental’ karena hal-hal yang bersifat non-susbtantif serta tidak berjalan maksimalnya fungsi pengamatan sekaligus pencarian bibit-bibit kader unggulan (talent scouting). Inilah yang harus kita jadikan evaluasi dengan cara duduk membahas bersama dan meninjau kembali tiap tahapan penerimaan anggota. Sehingga, kesan yang ingin kita timbulkan yaitu terciptanya proses rekruitmen yang bersifat eksklusif-substantif.

Kedua, cara atau metode (method). Memiliki keanggotaan dengan kekuatan kuantitas maupun kualitas tidak akan menjadi jaminan tumbuh berkembangnya Komisariat dengan baik. Aktivitas kegiatan rutin dan silaturahmi secara berkala sesama keluarga besar Komisariat menjadi syarat mutlak berjalannya roda organisasi secara berkesinambungan. Begitu pula dengan cara-cara pengkaderan dan pembinaan anggota, merupakan elemen penting yang tidak dapat dikesampingkan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa menurunnya peran dan eksistensi HMI Komisariat FHUI akhir-akhir ini dalam melahirkan kader-kader unggulan, salah satunya disebabkan tidak terencananya program pengkaderan secara baik dan sistematis. Umumnya, pengkaderan hanya terjadi pada proses Latihan Kader I (LK-1). Setelah itu, anggota yang telah diterima dilepas untuk bebas berkarya di belantara aktivitas kampus sesuai kehendaknya. Untuk itu, kembali harus dibuat standarisasi dan blue print program pengkaderan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, yang hasil akhirnya dapat diukur atau dinilai keberhasilannya.

Tidak kalah pentingnya dari program pengkaderan yaitu program-program yang dirasakan kebermanfaatannya secara langsung baik oleh anggota ataupun pihak lain di luar keluarga Komisariat. Lunturnya kegiatan yang berasaskan nilai-nilai keislaman menjadi kritik tajam yang bermunculan akhir-akhir ini. Kegiatan yang dirasa kurang peka terhadap timbulnya disfungsi sosial-kemasyarakatan menjadi catatan merah yang dipaparkan oleh banyak pihak. Untuk kesemuanya itu, maka perlu kita tata dan rumuskan kembali program-program unggulan, bulanan, pengkaderan, sosial-keagamaan, dan lain sebagainya dalam kesempatan berkala pada satu periode kepengurusan yang benar-benar diperuntukan khusus untuk rapat kerja dan evaluasi kineja organisasi.

Ketiga, manajemen (management) organisasi. Penulis teramat yakin bahwasanya para Pengurus dan Anggota HMI Komisariat FHUI adalah orang-orang terpilih yang mahfum betul cara mengelola organisasi. Bahkan bisa dikatakan sebagian dari mereka yang diamanahkan menjadi pengurus harian komisariat merupakan orang-orang yang juga dipercaya memegang jabatan penting dalam organisasi kemahasiswaan dan masyarakat lainnya. Namun nyatanya, kenapa ketika kita melakukan tata kelola organisasi di Komisariat terasa bebannya menjadi lebih berat, tidak terkendali, atau bahkan berbagai urusannya terkesan dinomorsekiankan daripada organisasi-organisasi lain yang kita geluti? Jawabannya terdapat pada ketidakmampuan manajemen diri kita dalam mengelola dan mengatur ataupun peran. Mengatasi masalah tersebut, perlu dibuat Standar Operational Procedure (SOP) dan aturan main berorganisasi yang lebih down to earth, tidak kaku, dan terasa ‘nyaman’ ketika harus dikenakan oleh setiap pengurus dan anggota yang terlibat di dalamnya.

Selain itu, kendala yang selalu timbul adalah terlalu banyak anggota dan kader Komisariat berkualitas yang kemudian direkrut menjadi pengurus inti organisasi lain telah menyebakan kosongnya ‘kandang rumah’ sendiri. Oleh karenanya, patut rasanya kita menyematkan penghargaan kepada mereka yang telah benar-benar menunjukan loyalitasnya untuk mengabdi secara total kepada Komisariat. Untuk itu, komitmen dan pengorbanan tinggi menjadi suatu keniscayaan dari setiap pengurus dan anggota Komisariat dalam meluangkan waktu dan tenaganya, agar terlibat aktif untuk menyelamatkan fondasi keberadaan Komisariat.

Keempat, bahan (material) pendukung. Tidak lengkap rasanya jika suatu organisasi hanya menggantungkan diri pada kualitas verbal sumber daya manusianya semata. Diperlukan seperangkat bahan pendukung untuk menunjang program dan kegiatan dalam rangka pencapaian visi-misinya. Sudah saatnya HMI Komisariat FHUI memiliki sendiri peralatan dan perlengkapan penunjang yang abadi. Untuk menyebut beberapa diantaranya, misalnya, kesekretariatan untuk tempat berkumpul dan menggelar rapat harian ataupun diskusi rutin; alat tulis kantor beserta komputer dan printernya untuk menelurkan karya-karya ilmiah; kop surat, stempel, kartu anggota, dan kelengkapan administratif lainnya; hingga fitur-fitur yang dapat diciptakan pada dunia maya (internet) serupa website dan sebagainya sebagai media komunikasi terarah tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat.

Bahwa benar kita pernah memiliki hal-hal sebagaimana Penulis sebutkan di atas, misalnya kesekretariatan Komisariat. Namun demikian, ibarat pepatah ‘lain rumput lain ilalang’, keberadaan fasilitas pendukung tersebut amat tergantung dari tiap-tiap kepengurusan Komisariat masing-masing yang telah terbentuk. Muncul-tenggelamnya alat pendukung tersebut juga turut berkontribusi terhadap pasang-surutnya aktivitas organisasi dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, sudah saatnya Komisariat yang didukung oleh para alumni dan simpatisannya mencari jalan keluar terbaik guna memenuhi kebutuhan abadi sebagai asset penting, semata-mata untuk mengembangkan organisasi yang mapan, sehat, dan terarah.

Kelima, uang (money). Inilah masalah klasik yang seringkali dijadikan kambing hitam tidak berjalannya kegiatan dan pengkaderan Komisariat secara berkala. Ketiadaan uang sebagai modal penyelenggaraan kegiatan menjadi problema yang tidak pernah berhujung pangkal. Di sisi lain, tata kelola keuangan Komisariat juga dianggap masih rapuh. Pengumpulan dan penciptaan uang sebagai kas organisasi menjadi tantangan tersendiri bagi setiap kepengurusan. Buntunya kreativitas dan matinya jiwa kewirausahaan dalam memutar uang organisasi berhujung pada ketergantungan kucuran dana dari pihak-pihak tertentu. Lebih memprihatinkan lagi, sistem ATM (Automatic Teller Machine) ini seakan membudaya menjadi bentuk satu-satunya cara yang halal untuk ditempuh dan terpikirkan. Dengan demikian, pengurus dan anggota diharapkan mampu menemukan cara-cara lain untuk menemukan sumber keuangan di luar sumbangan para donatur. Namun bagaimanakah caranya?

Pernahkah kita terbesit untuk mencari kas dari sumber bunga deposito dari uang yang dipinjamkan oleh pihak tertentu? Sudahkah disusun rencana untuk melaksanakan program wakaf dengan berbagai bentuk yang digunakan untuk kepentingan umat dengan pengelola inti pengurus Komisariat? Atau misalnya pembuatan toko kelontong sederhana ataupun penyusunan buku yang digarap bersama untuk kemudian ditawarkan kepada pembacanya langsung ataupun melalui media penerbit-penerbit yang tertarik? Kalaupun berbentuk donasi perorangan, mungkinkah kita ciptakan sistem donasi kecil namun secara massif dan berjalan tetap untuk jangka waktu 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun ataupun hingga 3 tahun lamanya? Contoh-contoh tersebut adalah segelintir cara dari ratusan cara lainnya yang harus kita temukan dan manfaatkan sesuai dengan momentumnya. Sebab di masa menjadi penguruslah kita dituntut untuk menembus keringnya kemarau gagasan dan kreativitas otak, untuk kemudian menjadi modal utama pencarian solusi permasalahan pada kehidupan yang sesungguhnya.

Hal yang terakhir, keenam, yaitu hubungan (relation) baik. Sebagai organisasi yang terbuka (eksklusif), baik secara organisasi maupun perorangan, HMI Komisariat FHUI harus dapat membina hubungan baik dengan siapa saja tanpa terkecuali. Sebagai sebuah keluarga inti, tentu saja pengenalan dan hubungan kekeluargaan antarsesama anggota, pengurus dan alumni harus dipertahankan dan semakin dipererat. Bahkan jika diperlukan, dengan jumlah besar dan kapasiatas yang mumpuni, kita pun sebenarnya sudah dapat membentuk Ikatan Alumni HMI Komisariat FHUI (ILUNI HMI FHUI) yang tersendiri.

Sejatinya, suatu Komisariat juga harus membina hubungan kelembagaan yang bersifat vertikal dan horizontal, yaitu kepada sesama Komisariat ataupun kepada Cabang dan PB HMI di tingkatan Pusat. Begitu pula dengan lembaga-lembaga kemahasiswaan lainnya baik intra maupun ekstra kampus, seperti BSO, BO Fakultas, BPM/Dewan Mahasiswa, Senat/BEM, PMII, GMNI, KAMMI, dan lain sebagainya, sedapat mungkin terjalin komunikasi dan kerjasama yang menguntungkan tanpa harus ada rasa saling curiga dan permusuhan.

Sebagai personal pengurus, anggota, dan juga alumni, kita pun selalu dituntut untuk menjaga diri dan memiliki perilaku baik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral, sosial dan kemasyarakatan. Ragam hubungan inilah yang menjadi pegangan dasar berkembanganya eksistensi dan peran Komisariat di mata banyak orang, termasuk di hadapan jajaran Rektorat, Dekanat, hingga tenaga pendididik di Fakultas. Akan tetapi, hubungan baik tersebut juga jangan disalahartikan bahwa kita harus menuruti dan meng-iya-kan hal-hal yang berpotensi mengancam independensi dan keprofesionalitasan Komisariat. Intinya, hubungan yang terjaga harus didudukan secara proposional dengan memegang teguh prinsip-prinsip dasar perjuangan dan kebenaran yang telah digariskan dengan rasa saling menghargai dan menghormati antarsesama umat manusia.

III. Peran dan Kontibusi Riil

Pengharapan selalu datang, baik dari internal maupun eksternal Komisariat, agar setiap insan HMI Komisariat FHUI mampu berperan dan memberikan kontribusi riil dalam setiap persoalan yang mendera di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun demikian, pengharapan tersebut kian memberatkan tatkala kita seringkali dibayang-bayangi oleh nama besar bendera organisasi dan kesuksesan historis yang pernah terjadi. Penulis menangkap bahwa apa yang dirasakan oleh kader-kader muda HMI Komisariat FHUI saat ini adalah terciptanya suatu kegamangan bertindak yang menyebabkan belum dapat menentukan kemana arah angin perahu Komisariat ingin berlayar.

Dari hasil diskusi beberapa kali dengan rekan-rekan anggota Komisariat, Penulis juga melihat bahwa terjadinya kevakuman kegiatan dalam belakangan waktu terakhir telah menyebabkan tidak terdapatnya flat fotogenik yang mampu memberikan pendaran bayangan kegiatan ataupun program kerja yang dapat ditindaklajuti. Akibatnya, pengurus seakan-akan diharuskan membangun kembali Komisariat yang sempat lemas-lunglai akibat hadirnya ‘konflik internal’ yang berkepanjangan. Kenyataan tersebut harus kita akui dengan lapang dada sebagai kesalahan bersama masa lalu, namun harus pula segera kita kubur dalam-dalam guna menatap masa depan Komisariat yang lebih baik.

Apabila keberadaan HMI Komisariat FHUI ingin dinilai secara positif, maka mulai saat ini Komisariat harus mampu menyusun Visi-Misi pegerakan dan perjuangannya secara jangka panjang untuk 3-5 tahun ke depan dan tidak lagi sekedar mengusung agenda-agenda parsial yang diadakan secara rutin setiap tahunnya. Sebagai perumpamaan, Komisariat dapat mengusung VISI 2012 dengan tema “KOPERASI” (2009-2012), yang merupakan fokus utama program Komisariat mulai dari tahapan “KOnsolidasi” (2009-2010), tahapan “PEngabdian” (2010-2011), dan tahapan “BerpRestASI” (2011-2010). Sehingga, siapapun tahu betul target apa yang menjadi sumbu utama program kerja tahunan yang saling terkait dan menopang antara tahun ini dengan tahun-tahun selanjutnya.

Akan tetapi, sumbu utama sebagaimana dicontohkan tersebut di atas tidak perlu bersifat kaku atau rigid. Seperti misalnya di tahun 2009, walaupun kita dalam tahap konsolidasi, namun isu-isu mainstream, misalnya Pemilu, BHP, konflik perdamaian dunia, tragedi Palestina, korupsi, dsb., harus pula memperoleh sentuhan tangan-tangan dan pemikiran progresif kader-kader muda HMI. Artinya, sambil menyusun target kebangkitan, kita pun harus tetap menyusun dan mempertahankan program-program yang mampu mengasah pemikiran disertai dengan tindakan konkret.

Setelah berhasil melaksanakan program-program yang riil dan konkret ke tengah-tengah masyarakat dan mahasiswa, maka secara alamiah kader-kader Komisariat akan diuji penerimaannya dalam memegang amanah ekstra yang lebih besar di luar Komisariat. Mampukah dengan segudang pengalaman yang diperolehnya dari pola pengkaderan dan interaksi mutualisme antarsesama, kader-kader terbaik dapat mengejewantahkan nilai-nilai perjuangannya dalam tataran kebijakan maupun praktis? Di sinilah Komisariat memegang peranan yang termat penting sebagai ujung tombak pergerakan sebelum akhirnya waktu jualah yang akan menjawab kesemuanya itu.

IV. Penutup

Menutup tulisan ini, marilah kita semua, segenap keluarga besar HMI Komisariat FHUI, untuk kembali merapatkan barisan serta memperkuat tali silaturahmi sambil memberikan manfaat yang terbaik dari apa yang kita miliki untuk diri pribadi, keluarga, umat, saudara-sudara kita satu Komisariat, masyarakat, bangsa dan negara.

Setiap hembusan nafas di dunia ini kita lantunkan puji syukur atas curahan nikmat iman kepada Allah SWT, dan setiap ayunan kaki ini kita langkahkan dengan penuh ikhlas, seraya berdoa agar kelak kita termasuk dalam golongan umat terbaik sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, yaitu “Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling bermanfaat untuk orang lain”. Amin ya rabbal alamin…

Bangkitlah Bangsaku, Umatku, dan Negeriku!

***

SEKILAS TENTANG PENULIS

transfer-1-087-edit1Nama :  Pan Mohamad Faiz, S.H., M.C.L

TTL :  Jakarta, 24 Desember 1982

Pekerjaan :  Mahkamah Konstitusi RI, dan Peneliti lepas

Pendidikan:

  1. Faculty of Law, University of Delhi (S2), Program Perbandingan Hukum Tata Negara
  2. Fakultas Hukum Universitas Indonesia (S1),Program Praktisi Hukum
  3. SMU Negeri 70 Jakarta

Riwayat Organisasi:

  • Pendiri LPHKI (Lembaga Pengkajian Hukum dan Kepemerintahan Indonesia), OISAA (Overseas Indonesian Students Association Alliance), dan FLG (Forum Lintas Generasi).
  • Manager Development for South-East of Sharing Analysis on Regional Economic (ShARE-International) Periode 2006-sekarang.
  • Member of International Youth Parliament, 2007.
  • Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia di India (PPI-India) Periode 2007/2008.
  • Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (SM-FHUI) Periode 2004/2005.
  • Ketua Umum Pers, Fotografi dan Film Mahasiswa (PERFILMA) FHUI Periode 2003/2004.
  • Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bola Basket tingkat Pusat Periode 2002/2003 dan 2003/2004.
  • Ketua Majelis Perwakilan Kelas (MPK) OSIS SMU Negeri 70 Jakarta.
  • Ketua Organisasi Intra Sekolah (OSIS) SLTP Negeri 48 Jakarta.
  • Mantan Pengurus dan Anggota HMI Komisariat FHUI, BEM Universitas Indonesia, LK2 FHUI, KOPMA FHUI, dsb.

Publikasi Ilmiah:

  • Buku “Bangkit Indonesia: Menaklukkan Tantangan, Meraih Harapan” (2008) oleh Penerbit Konstitusi Press dan Pustaka Indonesia Satu, ISBN 978-979-3244-15-0.
  • Berbagai makalah yang dipresentasikan pada Konferensi Internasional Pelajar Indonesia yang diselenggarakan di New Delhi (India), Sydney (Australia), Kuala Lumpur (Malaysia), dan Delft (Belanda).
  • Puluhan makalah dan artikel yang pernah dimuat dalam Jurnal terakreditasi dan Koran nasional baik yang berbahasa Indonesia maupun berbahasa Asing.
  • dsb.

Alamat Kontak:

*****

KEBANGKITAN DIMULAI DARI SINI
Oleh SULASTOMO

Sumber: http://www.pelita.or.id/baca.php?id=64218

DALAM rangka pelantikan pengurus baru HMI Komisariat Fakultas Hukum UI, diselenggarakan diskusi dengan tema “Kebangkitan Dimulai dari Sini, dari Komisariat Fakultas Hukum UI”. Diskusinya cukup menarik, melibatkan beberapa alumni senior berbagai generasi dan HMI-wan/wati.

Tema itu, menunjukkan kesadaran dan kepedulian pada lingkungan yang terkecil, yang mungkin justru bisa memberi dampak yang lebih besar dibanding kita berpikir untuk lingkungan yang besar. Tema ini juga mengindikasikan adanya kesadaran diri, dimana kita berada, sebelum hendak mewujudkan cita-cita yang besar. Selain itu juga mengindikasikan kemauan untuk mawas diri, agar kita bisa lebih baik dari kondisi sekarang. Kalau semua Komisariat HMI melakukan yang sama, insya-Allah akan menjadi suatu kebangkitan nasional bagi HMI.

Dengan tema seperti itu, tentunya dilandasi kesadaran, bahwa HMI (sekarang) sedang dalam kondisi yang tidak menggembirakan. Ada kebutuhan untuk bangkit, agar HMI tidak terpuruk lebih dalam lagi. Sejauh apa (sebenarnya) kebutuhan untuk bangkit itu?

Dalam beberapa tahun terakhir, memang ada kegelisahan di kalangan HMI, mengapa justru di era demokratisasi, keberadaan HMI justru semakin tersudut? Padahal, tradisi demokrasi sejak awal telah ditanamkan pada setiap kader HMI. Tersudutnya HMI dapat disimpulkan, sebagai ketidakmampuan HMI berkompetisi secara terbuka di alam demokrasi. Hal ini terlihat dari kecilnya minat mahasiswa baru menjadi anggota HMI. Perlukah jalan baru untuk bangkit?

***

PERTANYAAN seperti itu justru tidak tepat. Apa yang terjadi pada HMI sekarang adalah justru HMI telah kehilangan jalan yang mestinya dilaluinya, yaitu jalan yang dirintis oleh para pendiri HMI. Inkonsistensi terhadap jalan yang telah digariskan telah membuat HMI tidak jelas jalannya sebagai organisasi mahasiswa. HMI justru sering tidak mengesankan sebagai organisasi mahasiswa, yang tentunya memiliki sifat/khas mahasiswa. Karena itu, tidak menjadi minat mahasiswa untuk bergabung dengan HMI.

Pokok-pokok jalan yang digagas oleh para pendiri HMI, yang kemudian dikembangkan sesuai dengan perubahan zaman adalah:

1. Bahwa HMI adalah organisasi kader umat dan bangsa, independen, dan non-praktis politik. Sebagai organisasi kader, HMI adalah tempat mempersiapkan diri untuk pengabdiannya di masa depan, justru setelah selesai menyelesaikan studinya, yaitu manusia akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam, berwawasan ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an dan profesional dalam pengabdiannya pada masyarakat. Sikap independen diperlukan untuk membangun sikap kritis, sesuai dengan kodratnya sebagai pemuda dan akademisi. Non-praktis politik tidak berarti tidak berpolitik. Politik HMI adalah apa yang sering dikatakan sebagai high politics, berdasar nilai dan moral yang dilandasi wawasan Kebangsaan dan ke-Islam-an. Hal ini juga sejalan dengan sifat keanggotaan HMI, yang terbatas selama menjadi mahasiswa, jangka pendek, yang tidak memungkinkan untuk melakukan politik praktis, terlibat dalam lembaga politik formal. Wawasan Kebangsaan dan ke-Islam-an, di negara yang mayoritas penduduknya Muslim, mestinya tidak perlu dipertentangkan, bahkan mestinya menyatu.

2. Sebagai organsiasi kader, di HMI lah setiap anggota HMI dipersiapkan untuk mengabdikan ilmunya (kelak) di masyarakat. Kualitas akademisnya sudah tentu menjadi tanggung jawab perguruan tinggi/fakultas. Namun HMI harus dapat ikut membentuk kelahiran manusia akademis itu. Peran HMI itu dapat berwujud, pertama, kegiatan memfasilitasi studi anggotanya, agar lebih berhasil dengan prestasi akademik yang sebaik mungkin; dan kedua, memfasilitasi anggotanya mengenal masyarakat, tempat ilmunya diabdikan. Disinilah peran lembaga-lembaga kekaryaan HMI, yang merupakan wadah menggodog anggota HMI mengabdikan ilmunya di masyarakat.

3. Sebagai organisasi mahasiswa, pemuda atau anak muda, sudah tentu HMI juga harus menunjukkan sifat kepemudaannya dengan berbagai kegiatan yang diminati anak muda, termasuk sekedar rekreasi. Menciptakan bentuk rekreasi yang menunjang kualitas pembentukan manusia akademis (dahulu) adalah khas HMI. Misalnya dalam bentuk student work camp atau meninjau sarana/fasilitas yang bermanfaat menambah wawasan.

Sebagai organisasi mahasiswa, ketiga kegiatan (jalan) itulah yang selayaknya harus selalu menjadi perhatian HMI. Sudah tentu harus sesuai dengan jenjang organisasi HMI. Kegiatan kedua dan ketiga, yang lebih menggambarkan sebagai apa yang dikenal sebagai student need dan student interest harus lebih menjadi perhatian setiap Komisariat HMI.

***

DAPAT disimpulkan, HMI tidak perlu mencari jalan baru, meskipun harus memperhatikan perkembangan lingkungan yang berubah dengan cepat. Jalan lama yang dirintis oleh para pendahulu HMI sudah selalu mempertimbangkan kecenderungan masa depan. Bahkan mungkin mendahului zamannya. Sebuah pemahaman yang mungkin terlepas, disebabkan kesinambungan generasi yang sering terputus.

Kalau kesadaran seperti itu dapat ditumbuhkan kembali, kebangkitan HMI mungkin tidak terlalu lama lagi. Insya-Allah. (*)

10 thoughts on “Merajut Kembali Kejayaan HMI Komisariat FHUI

    • Wa’alaikumsalam.

      Salam kembali dari saya. Kalau tidak salah saya pernah berbicara di depan adik-adik Komisariat FH UII ketika melakukan studi visit ke MK tanggal 7-8 Juni 2010. Temanya “Optimaliasi Peran Kader Guna Mewujudkan Insan Ulil Albab”. Kegiatan bagus itu, apalagi mampu dengan sistem swadaya sendiri. Bisa terus dilanjutkan. Terima kasih.

      Wassalam

    • Wa’alaikumsalam.

      Silahkan saja, kerjasama untk hal yang baik itu dianjurkan. Apabila ingin kerjasamanya dengan Komisariat FHUI, nanti saya hubungkan dengan adik-adik di kampus. Terima kasih.

      Wassalam.

  1. Assalamualaikum.
    Lagi nyari bahan buat lomba terkait Rekonstruksi Mahkamah Konsitusi, eh gak sengaja ketemu tulisan bang faiz. Alangkah kagetnya ketika tau bahwa bang Faiz ini alumni FHUI, dan salah satu kader HMI juga.

    Salut dan bangga gua bang, punya alumni berkelas kaya ente yang sukses di kancah nasional dan internasional. Semoga ilmu ketatanegaraanya nya bisa ditransfer ke junior2nya seperti saya .

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s