BUKU: PPI Dunia Untukku Bangsaku!

MELAHIRKAN DAN MEMBESARKAN PPI DUNIA

Pan Mohamad Faiz [*]

Koordinator PPI Dunia 2013/2014

You can’t build a great building on a weak foundation. You must have a solid foundation if you’re going to have a strong superstructure.

– Gordon B. Hinckley –

CoverPagi itu, Jumat, 9 September 2007, langit biru terhampar begitu cerah. Namun, dinginnya hawa udara mampu menembus hingga ke tulang rusuk. Para perwakilan PPI Negara dan mahasiswa Indonesia di Australia berjejal memasuki hall di salah satu hotel ternama di jantung kota Sydney, Australia. Secara satu persatu, kami harus diperiksa terlebih dahulu melalui security metal detector. Setelahnya, barulah diizinkan memasuki tempat pertemuan.

Hari itu memang merupakan hari bersejarah bagi para pelajar Indonesia yang sedang menempuh studi di luar negeri. Disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tengah menghadiri agenda APEC di Sydney, Casey Ntoma yang mewakili para pelajar Indonesia membacakan hasil dan rekomendasi Konferensi Internasional Pelajar Indonesia (KIPI) 2007.

Salah satu hasil yang teramat penting adalah deklarasi pembentukan jejaring organisasi pelajar Indonesia di luar negeri. Jejaring organisasi tersebut diberi nama Overseas Indonesian Students Association Alliance (OISAA) atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPI Dunia).

Saat itu saya hadir selaku Ketua PPI India (2007/2008). Dalam kesempatan yang sama, hadir juga, antara lain, Della Temenggung (Ketua PPI Australia), Muhammad Iqbal (Ketua PPI Malaysia), Berly Martawardaya (Ketua PPI Italia), Talqis Nur (Ketua PPMI Mesir), dan berbagai pewakilan mahasiswa lintas negara lainnya. Bersama-sama dengan mereka, saya merasa bersyukur terlibat momentum emas untuk merumuskan draf naskah semalam suntuk yang untuk pertama kalinya menuangkan nama “OISAA” untuk dideklarasikan langsung di hadapan Presiden dan Menteri Pemuda dan Olahraga kala itu.

Lembaran sejarah baru aktivitas para pelajar dan mahasiswa Indonesia di luar negeri pun mulai terlukis. Pertemuan antara mahasiswa Indonesia di luar negeri kembali bergulir tahun berikutnya di Malaysia melalui KIPI 2018, lalu berlanjut di Belanda (2009) dengan Simposium Internasional pertama, hingga sampai ke Inggris (2010), dan berbagai penjuru dunia lainnya.

Jejaring organisasi mahasiswa Indonesia yang biasanya tersekat pada satu negara saja, atau setidaknya terbatas hanya pada satu kawasan, kini mulai menguat dan menggeliat. Seiring dengan pesatnya laju kemajuan ICT, forum dan wadah komunikasinya pun semakin variatif dan progresif.

Di masa awal kelahirannya, OISAA baru dapat digerakkan terbatas melalui mailing list dan Yahoo! Messenger. Kebetulan saya yang diamanahkan untuk membuat dan menjadi admin mailing list OISAA tersebut. Mahasiswa zaman now bisa jadi tak mengenal dan merasakan seperti apa kedua instrumen komunikasi ini. Sebab, kedua layanan tersebut kini telah tenggelam digulung oleh gelombang besar media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, serta aplikasi pesan dalam ponsel atau gawai, seperti WhatsApp, LINE, dan Telegram.

Implikasinya, tak ada lagi batas penghalang komunikasi antarnegara. Semua kini bisa dihadirkan secara virtual dalam satu genggaman tangan dan sentuhan jemari saja, sebagaimana Thomas Friedman mengungkapkan, “The world is flat”.

Panggilan Sejarah

Dua orang mahasiswa sambil menangkupkan kedua belah tangannya di dada menghampiri saya. “Sawadikap”, sapa mereka ramah lalu mengajak berbicara Bahasa Indonesia. Apabila melihat wajahnya, awalnya saya mengira mereka adalah mahasiswa Indonesia. Namun, perkiraan saya ternyata salah. Mereka adalah mahasiswa Thailand yang sedang mempelajari kajian Indonesia di Thammasat University.

Malam itu, saya memang baru saja tiba di salah satu hostel di Bangkok, Thailand. Sebagai Ketua Umum PPI Australia (2013/2014), saya diamanahkan mewakili sekitar 17.520 mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di negeri kangguru, untuk mengikuti Simposium Internasional PPI Dunia kelima yang diadakan oleh Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Thailand (Permitha). Saat itu, Ketua Permitha dijabat oleh Hasanudin Nuru.

Berbeda dengan momentum deklarasi OISAA – PPI Dunia pada 2007 silam, jumlah perwakilan PPI negara yang hadir dalam Simposium Internasional di Bangkok pada 2013 ini sudah meningkat berkali lipat jumlahnya. Dari 46 PPI Negara yang terdaftar, sebagian besarnya hadir langsung pada saat itu. Untuk memudahkan koordinasi dan komunikasi, PPI-PPI negara tersebut telah terbagi ke dalam tiga kawasan berbeda, yaitu: (1) Asia dan Oseania; (2) Timur Tengah dan Afrika; serta (3) Amerika dan Eropa.

Dalam setiap Simposium Internasional PPI Dunia setidaknya terdapat tiga agenda utama, yaitu pembacaan Laporan Pertanggungjawaban, pembahasan isu-isu strategis, dan pemilihan Koordinator PPI Dunia. Kehadiran saya dalam Simposium ini sama sekali tidak diniatkan untuk menjadi Koordinator PPI Dunia. Namun, takdir ternyata berkata lain. Beberapa PPI negara, khususnya dari kawasan Asia dan Eropa, justru meminta dan mencalonkan saya untuk menjadi Koordinator PPI Dunia selanjutnya. Bahkan, hampir saja saya menjadi calon tunggal. Untungnya, sahabat saya dari PPI Turki mencalonkan dirinya.

Singkatnya, setelah melalui proses pemaparan visi-misi dan tanya jawab, saya terpilih untuk mengemban amanah sebagai Koordinator PPI Dunia Periode 2013/2014. Salah satu Ketua PPI Negara mendatangi dan memberi ucapan selamat, sambil mengatakan, “Mas Faiz, ini panggilan sejarah!”. Saya sempat tertegun sejenak untuk mencerna, apa kira-kira maksudnya?

Menjalankan Visi SKB

Sejak kelahirannya, saya memang selalu memerhatikan aktivitas dan perkembangan PPI Dunia. Berdasarkan pengalaman saya, setiap organisasi kemahasiswaan, baik di dalam maupun di luar negeri, memiliki karakter dan model aktivitas yang khas serta berbeda. Sederhananya, saya mengumpamakan organisasi tersebut seperti jenis-jenis pesawat terbang.

PPI Dunia dengan anggota lebih dari 46 negara di seluruh penjuru dunia mungkin dapat dikatakan sebagai organisasi terbesar dari Indonesia dengan struktur dan jaringan yang sistematis. Dengan demikian, ibarat mengemudikan pesawat besar sekelas hercules, seorang koordinator PPI Dunia harus bisa memahami benar keinginan negara-negara anggotanya. Berbeda dengan pesawat kecil, ‘pesawat’ PPI Dunia memiliki beban dan tanggung jawab yang tentunya jauh lebih berat. Sehingga, ia tak mudah untuk bermanuver dan meliuk-liuk ke udara.

Oleh karenanya, keputusan-keputusan strategis, khususnya pernyataan sikap resmi, yang secara langsung maupun tidak langsung membawa bendera negara-negara anggota, sejatinya tidak dikeluarkan secara serampangan oleh PPI Dunia. Sebaliknya, setiap keputusan strategis memerlukan pertimbangan yang cepat namun matang dari negara-negara anggota melalui instrumen yang telah tersedia secara berjenjang, mulai dari Rapat Internasional hingga Simposium Internasional.

Sehingga, jikalau sesekali ada keputusan strategis ataupun pernyataan sikap yang akan dikeluarkan, maka dampak dan gaungnya justru akan benar-benar terasa. Dalam istilah karate tradisional, strategi ini disebut sebagai ikken hissatsu yang artinya “to annihilate at one blow”.

Melihat masih begitu banyaknya perbedaan persepsi dan pandangan mengenai eksistensi PPI Dunia di mata negara-negara anggota pada masa itu, maka selaku Koordinator PPI Dunia, saya memantapkan langkah untuk mengusung Visi: Sinergi, Konsolidasi, dan Berkontribusi yang disingkat “SKB”.

Melahirkan dan Membesarkan PPI Dunia - Pan Mohamad Faiz - Edit_Page_1

Keterangan: Tahapan Pencapaian Visi PPI Dunia 2013/2014

Sinergitas Antaranggota

Sebagaimana ungkapan yang saya tuliskan di awal tulisan ini, jika kita ingin memiliki organisasi suprastruktur yang baik maka kita harus memiliki fondasi yang kuat dan solid terlebih dahulu. Oleh karenanya, bersama dengan Dewan Presidium terpilih (Triple-T), yaitu Yaumil Fadli Suhairi (PPI Turki), Suharli (PPI Tunisia), dan Hakun Marta (PPI Taiwan), sejak awal kami berupaya untuk lebih memperkuat sinergi antara PPI negara-negara anggota, baik dari segi komunikasi maupun program kerja bersama.

Komunikasi yang intens menjadi kunci agar PPI-PPI negara mengetahui betul apa sebenarnya peran dan manfaat PPI Dunia bagi mereka. Bahkan terkait komunikasi ini, Rollo May pernah mengatakan, “Communication leads to community, that is, to understanding, intimacy and mutual valuing.”

Dengan memanfaatkan layanan skype, Rapat-Rapat Internasional dengan PPI negara-negara anggota kami budayakan untuk dilakukan setiap minggu dan bulannya secara rutin serta bergantian. Tujuannya, untuk saling berbagi perkembangan kegiatan dan pelaksanaan gagasan serta ide-ide bersama.

Dalam satu waktu, kami bahkan dapat berkomunikasi secara bersamaan dengan Ketua PPI lebih dari 25 negara berbeda. Sehingga dapat dibayangkan, dengan adanya perbedaan zona waktu yang berbeda-beda, pada saat digelarnya Rapat Internasional, ada di antara kami yang sebenarnya sudah melewati waktu tidur, atau sebaliknya ada juga yang baru saja bangun dari waktu tidurnya.

Beruntungnya, saya memperoleh fasilitas ruang kerja dari kampus agar dapat fokus menulis disertasi Ph.D. Namun, tidak jarang justru ruang kerja itu saya gunakan untuk “membesarkan” organisasi PPI Dunia. Jadi, ruangan itu seringkali saya manfaatkan sebagai command center dengan perangkat komputer dua layar ditambah satu MacBook untuk melakukan Rapat-Rapat Internasional, rapat koordinasi, dan evaluasi berkala, baik dengan Dewan Presidium maupun Ketua PPI negara-negara anggota.

Hasil koordinasi dan komunikasi ini membuahkan bermacam sinergitas kegiatan di antara PPI negara dalam satu kawasan, antara lain, berupa “Pembuatan Buku Studi di Luar Negeri” di kawasan Eropa; “Kompilasi hasil riset dan konferensi pelajar Indonesia” di kawasan Asia Timur; dan “Diskusi dan Kajian Keislaman” di kawasan Timur Tengah.

Konsolidasi Internal dan Eksternal

 Saya meyakini, apabila telah terbangun kepercayaan dan kesamaan persepsi dari para anggotanya, maka akan mudah bagi PPI Dunia untuk melakukan konsolidasi dalam menjalankan program dan kegiatannya dengan dukungan penuh dari negara-negara anggotanya. Sebab, di luar Badan Otonom, sumber daya manusia PPI Dunia saat itu masih terbatas 5 (lima) orang, yaitu saya sebagai Koordinator PPI Dunia, lalu tiga orang Koordinator Kawasan, dan ditambah satu Sekretaris, yaitu Retno Widyastuti (PPI Taiwan), yang pengangkatannya pun harus melalui persetujuan Simposium Internasional 2013 terlebih dahulu.

Sedangkan, untuk posisi Bendahara dirangkap oleh salah satu Koordinator Kawasan, mengingat saat itu tidak terlalu banyak arus kas masuk ataupun keluar untuk PPI Dunia. Kami memang sengaja membuat ramping kepengurusan PPI Dunia saat itu. Sebab, belum ada mandat untuk membentuk Badan Pelaksana Harian (BPH), karena target programnya memang lebih difokuskan pada konsolidasi terlebih dahulu. Tujuannya, untuk memperkuat kembali posisi dan kedudukan PPI Dunia, baik secara internal maupun eksternal.

Konsolidasi internal ini terutama kami lakukan terkait dengan penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) mengenai pengambilan keputusan strategis dan pernyataan sikap resmi ke luar. Selain itu, dilakukan perapian tata laksana organisasi dan pembuatan Surat Keputusan yang bersifat hukum terkait dengan keanggotaan resmi PPI Dunia dan Badan Otonom. Dengan demikian, tanggung jawab dan pelaksanaan terhadap koordinasi Badan Otonom PPI Dunia, pengelolaan Tim Media dan Biro Pers, serta penyusunan SOP dan hubungan dengan lembaga eksternal, praktis juga kami bagi habis di antara Dewan Presidium.

PPI Dunia pada akhirnya menetapkan sekaligus memberikan dukungan penuh terhadap tiga Badan Otonom yang dinilai masih aktif pada saat itu, yaitu: (1) Radio PPI Dunia dengan kegiatan berupa online broadcasting ke seluruh negara dunia, mulai dari kegiatan diskusi, pelaksanaan program kerja PPI negara, hingga informasi umum seputar Indonesia dan negara-negara dunia; (2) Indonesian Scholar Journal dengan kegiatan akademik di bidang penulisan dan penerbitan karya tulis dalam format Jurnal Ilmiah serta kerjasama dengan berbagai Konferensi Internasional yang digelar oleh PPI negara-negara, seperti di Korea Selatan, Belanda, Jerman, dan Inggris; dan (3) Lembaga Sosial PPI Dunia dengan kegiatan berupa penggalangan dana untuk membantu berbagai korban bencana alam dan kemanusiaan, baik yang berada di Indonesia maupun di luar Indonesia, seperti di Sinabung, Filipina, dan Palestina.

Melahirkan dan Membesarkan PPI Dunia - Pan Mohamad Faiz - Edit_Page_2

Keterangan: Para Ketua PPI Negara sedang mengikuti Rapat Internasional secara online melalui Skype

Kontribusi dan Advokasi

Setelah menjalankan visi “sinergi” dan “konsolidasi”, kami kemudian berupaya untuk mewujudkan PPI Dunia yang dapat memberikan kontribusi secara konkret, bukan hanya sebatas wacana. Hal utama dan terus-menerus kami lakukan adalah penyebarluasan ragam informasi kegiatan PPI dari suatu negara kepada PPI negara-negara lain ataupun kepada publik luas di Indonesia dengan sistem pengelolaan manajemen komunikasi yang terbuka.

Menyadari tidak cukup hanya dengan menyediakan informasi tersebut ke dalam website PPI Dunia, kami melakukan reach out secara aktif melalui akun-akun media sosial PPI Dunia, seperti Facebook dan Twitter. Saat itu, Instagram belum menjadi primadona media sosial di kalangan komunitas pelajar Indonesia.

Kemudian, agar penyebarluasan berbagai informasi dan kegiatan PPI negara anggota semakin masif, kami juga melakukan kerjasama melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan berbagai lembaga media di tanah air, seperti Republika, Rakyat Merdeka, VivaNews, dan sebagainya. PPI Dunia secara ekslusif juga mendapatkan alokasi kolom khusus di berbagai media daring.

Di antara sederet program PPI Dunia pada saat itu, setidaknya terdapat dua advokasi PPI Dunia yang menyita perhatian publik secara nasional di Indonesia.

Advokasi pertama, PPI Dunia membentuk Tim Ad Hoc Advokasi Konversi Nilai melalui Surat Keputusan Dewan Presidium PPI Dunia Nomor: 03/SK/Presidium/PPI-Dunia/V/2014 untuk mencari solusi terhadap permasalahan ketiadaan standar konversi nilai akademik yang dimiliki oleh lulusan luar negeri dengan sistem penilaian di dalam negeri.

Akibat dari ketiadaan standarisasi ini, nilai yang seharusnya masuk kategori baik berdasarkan standar negara asal, kemudian berubah menjadi turun karena dipaksakan mengikuti sistem penilaian yang tidak memiliki standar konversi di Indonesia. Konsekuensinya, sebagian lulusan luar negeri sudah kalah bersaing secara administratif ketika mencari pekerjaan di berbagai lembaga pemerintahan jika didasarkan pada perspektif perolehan nilai studinya.

Tim Konversi Nilai ini diketuai oleh PPI Belanda dengan Sekretaris Jenderalnya saat itu Willy Sakareza. Tim Konversi juga dibantu oleh Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (PERMIAS), PPI Malaysia, dan PPI Tunisia sebagai anggotanya. Pada 5 Agustus 2014, Tim Konversi Nilai berhasil melakukan pertemuan dengan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen DIKTI di ruang rapat Dirjen DIKTI.

Hasilnya, DIKTI juga sama-sama berupaya agar penyetaraan dan/atau standarisasi kompetensi lulusan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri menjadi topik atau tujuan utama yang menjadi prioritas programnya.

Melahirkan dan Membesarkan PPI Dunia - Pan Mohamad Faiz - Edit_Page_3

Keterangan:   Surat Keputusan Dewan Presidium dengan logo PPI Dunia yang lama

Advokasi kedua dilakukan oleh PPI Dunia terhadap permasalahan pelik pengelolaan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Luar Negeri (BPP-LN) atau yang lebih dikenal dengan istilah “beasiswa DIKTI”. Saat itu, banyak sekali mahasiswa Indonesia penerima beasiswa DIKTI yang terlunta-lunta kondisi ekonominya di luar negeri hanya karena keterlambatan pengiriman beasiswa DIKTI. Sebagai contoh, seorang mahasiswa bisa terlambat menerima beasiswanya hingga 6 (enam) bulan berturut-turut. Akibatnya, pihak universitas hampir memberhentikannya karena dinilai tidak ada keseriusan dalam penyelesaian biaya kuliah (tuition fee).

Jangankan untuk membayar biaya kuliah, untuk memenuhi biaya kehidupan sehari-hari (living allowance) saja sangat sulit, khususnya bagi mereka yang membawa keluarga. Tak terhitung berapa banyak mahasiswa yang harus menjual rumah, kendaraan, dan aset berharga lainnya di Indonesia demi menyambung hidup dan kuliahnya. Ada juga yang sudah melakukan komplain langsung ke DIKTI. Alih-alih mendapatkan jawaban dan penyelesaian, mahasiswa yang bersangkutan justru secara sepihak dihentikan atau diperlambat penerimaan beasiswanya.

Inilah yang kemudian menggerakan PPI Dunia untuk berkoordinasi secara intensif dengan Perhimpunan Karyasiswa Dikti Luar Negeri (PKDLN) guna melakukan advokasi. Saya pribadi turut melakukan pengumpulan data dan berkomunikasi langsung dengan Ketuanya saat itu. Masih segar dalam ingatan, bagaimana Faldo Maldini sebagai Ketua PPI UK saat itu membantu menghubungkan saya dengan para mahasiswa yang mengalami nasib serupa di Inggris.

Isu mengenai ketidakberesan pengelolaan beasiswa DIKTI ini menggelinding bak bola salju. Media cetak dan elektronik di Indonesia ramai-ramai mengulasnya. Satu persatu testimoni dari mahasiswa yang terkena imbasnya mulai bermunculan. Fenomena gunung es ini akhirnya menyeruak ke permukaan secara nasional.

Puncaknya, PPI Dunia bersama PKDLN mengeluarkan “Pernyataan Sikap Bersama” yang mendesak agar DIKTI melakukan evaluasi dan perbaikan manajemen agar pengelolaan beasiswa tersebut dikelola lebih profesional dengan mengutamakan pelayanan masyarakat. Apalagi, citra baik bangsa Indonesia di mata perguruan tinggi dan institusi di dunia telah ikut tergerus. Sebab, program beasiswa DIKTI ini resmi dijalankan oleh pemerintah Indonesia.

Buntut dari advokasi PPI Dunia ini, sambil memperbaiki manajemennya secara bertahap, para dosen di bawah naungan Kemenristek DIKTI akhirnya diberikan kesempatan untuk mengambil opsi-opsi beasiswa lain di luar beasiswa DIKTI, terutama dari beasiswa LPDP yang sebelumnya ditutup bagi para dosen.

Perjalanan Masih Panjang

Pengabdian saya dalam pergulatan aktivitas di PPI Dunia berakhir saat digelarnya Simposium Internasional di Tokyo pada 22 September 2014. Dalam Simposium tersebut, saya sebenarnya diminta untuk melanjutkan kepemimpinan sebagai Koordinator PPI Dunia setahun lagi. Kali ini, PPI negara-negara dari kawasan Timur Tengah yang bersemangat mencalonkan saya kembali. Meskipun saya sudah katakan tidak bersedia, sebagian besar negara anggota tetap bersikukuh agar dilakukan mekanisme pemungutan suara (voting) saja.

Pada akhirnya, saya terpaksa maju ke mimbar dan menyampaikan kalimat penegasan di hadapan seluruh negara-negara anggota. Jikalau saya tetap dicalonkan maka tanpa mengurangi rasa hormat dan kepercayaan, saya akan mengundurkan diri. Bukan karena saya merasa tidak mampu untuk mengemban amanah tersebut sekali lagi. Namun, saya ingin memberikan contoh bahwa harus ada regenerasi di dalam tubuh organisasi kemahasiswaan.

PPI Dunia bersama struktur komponennya merupakan salah satu kawah candradimuka terbaik untuk menempa para generasi penerus bangsa. Di sanalah justru esensi dari suatu organisasi pelajar dan mahasiswa, yang berbeda karakternya dengan organisasi massa (ormas) ataupun perusahaan milik keluarga.

Lagipula, posisi Koordinator PPI Dunia juga bukanlah suatu jabatan yang harus diperebutkan sedemikian rupa. Karena pada prinsipnya, Koordinator adalah hanya seorang pelayan dan penghubung bagi para majikannya, yaitu PPI-PPI negara anggota. Cukup satu kali bagi saya untuk ‘melahirkan’ PPI Dunia, namun perlu banyak sentuhan tangan-tangan berbeda lainnya untuk membesarkan PPI Dunia agar dapat terus beranjak dewasa.

Mencermati perkembangan PPI Dunia, saya merasa sangat bangga atas prestasi yang telah diraih oleh para kawan-kawan PPI Dunia saat ini. Hal itu bahkan jauh di luar ekspektasi awal kami pada saat pembentukannya. Namun, tentu tak ada gading yang tak retak, tak ada jalan yang tak berlubang. Tiada tempat untuk berpuas diri bagi seorang pembelajar. Perbaikan dan penyempurnaan terhadap PPI Dunia pun harus tetap dilakukan di sana sini.

Zaman terus bergerak, corak tantangan juga ikut berubah. Dengan fleksibilitasnya, PPI Dunia harus terus dapat mengambil inisiatif dan peran guna berkontribusi bagi pembangunan dan sumber daya manusia Indonesia. Masih banyak mimpi-mimpi pendiri bangsa yang belum tercapai, sehingga menjadi salah satu kewajiban dan tugas kita untuk mewujudkannya.

Bagi para penerus PPI Dunia, termasuk para pembaca Risalah ini, teruslah berkarya dan berjuang menggapai harapan. Ingatlah selalu pesan Soekarno yang menyatakan, “Gantungkan cita-cita mu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.

Teruskan perjuangan, karena perjalanan kita masih panjang. Salam Perhimpunan!

***

[*] Penulis pernah diamanahkan sebagai Ketua Pers, Fotografi, dan Film Mahasiswa (PERFILMA) Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Ketua Senat Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Ketua Unit Olahraga (UKOR) Bola Basket Tingkat Universitas Indonesia (UI); Ketua Umum PPI India; Ketua PPI University of Queensland; dan Ketua Umum PPI Australia. Saat ini berprofesi sebagai Peneliti Senior di Mahkamah Konstitusi RI, Dosen Pengajar Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, dan sebagai Chief Editor Constitutional Review Journal.

** Tulisan diterbitkan dalam Tri Astuti, et.al. PPI Dunia Untukmu Bangsaku!. Bandung: Rumah Karya, 2019, hlm. 75-88.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s