INTERNASIONALISASI PUTUSAN MK INDONESIA
(Tulisan diterbitkan dalam Kolom “Ruang Konstitusi” di MAJALAH KONSTITUSI No. 153, November 2019, hlm. 70-71 – Download)
Dalam melakukan kajian perbandingan konstitusi (comparative constitutional law), seringkali kita merujuk atau membahas putusan pengadilan dari satu atau beberapa negara tertentu. Hal itu dapat dilakukan manakala putusan pengadilan tersebut tersedia dalam bahasa yang dapat dipahami. Umumnya, putusan-putusan pengadilan yang berbahasa Inggris ataupun telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris akan lebih banyak untuk dirujuk sebagai materi perbandingan.
Dalam konteks keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK), putusan yang sering dijadikan rujukan oleh para cendekiawan internasional biasanya berasal dari MK Jerman, MK Korea, MK Afrika Selatan, MK Turki, dan beberapa MK dari negara Eropa Timur. Sebenarnya, tidak semua putusan dari MK tersebut ditulis dalam Bahasa Inggris. Lalu, mengapa berbagai artikel, buku, dan literatur ilmiah lainnya seringkali membahas putusan-putusan MK yang sebenarnya tidak berbahasa Inggris? Para penulis artikel atau buku tersebut biasanya berasal dari negara yang bersangkutan, atau setidaknya memiliki kemampuan bahasa asing selain bahasa Inggris. Sehingga, mereka mampu membahas dan manganalisis putusan MK dengan baik.
Pertanyaannya, bagaimana dengan putusan MK Indonesia? Sejauh observasi penulis, putusan-putusan MK Indonesia memang sudah dibahas oleh para akademisi internasional. Namun, tulisan tersebut masih terbatas dan hanya ditulis oleh sedikit orang yang memahami bahasa Indonesia atau memiliki ketertarikan dengan kajian Indonesia (Indonesian studies). Akan sangat sulit bagi mereka yang tidak dapat membaca Bahasa Indonesia untuk memahami apalagi menganalisis putusan MK Indonesia. Oleh karenanya, tak jarang mereka lebih sering hanya merujuk pada artikel atau buku yang membahas putusan MK yang telah diulas oleh akademisi lain dibandingkan dengan membacanya langsung dari putusan MK Indonesia.
Padahal, tidak sedikit putusan-putusan yang dikeluarkan MK Indonesia sangat menarik untuk dikaji dan seringkali menjadi perhatian para akademisi internasional ketika dipresentasikan dalam berbagai forum internasional. Untuk menyebut beberapa putusan di antaranya, misalnya mengenai batas usia minimum pernikahan anak perempuan, pemenuhan 20% anggaran Pendidikan, pemisahan antara hutan negara dan hutan adat, pencantuman penghayat kepercayaan dalam kolom di KTP, dan lain sebagainya.
Artikel ini akan mengulas bagaimana mengoptimalkan langkah untuk lebih memperkenalkan putusan MK Indonesia kepada para akademisi internasional, sehingga putusan-putusan MK dapat lebih sering dijadikan rujukan bagi penelitian ataupun kajian ilmiah.
Internasionalisasi Putusan
Selama ini, kajian perbandingan terhadap putusan pengadilan seringkali didominasi oleh perspektif negara-negara barat. Padahal, tidak sedikit putusan pengadilan dari negara-negara selatan yang memiliki perspektif berbeda dalam menemukan solusi dan jalan keluar dari kebuntuan isu-isu hukum dan konstitusi. Kini, sudah saatnya MK Indonesia juga berani keluar untuk memperkenalkan putusan-putusannya di tingkat internasional.
Dengan posisi strategisnya sebagai Sekretariat Tetap untuk Perencanaan dan Koordinasi dari Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC), MK Indonesia memiliki modal dan peluang besar untuk menjadikan putusannya sebagai salah satu rujukan penting bagi pengadilan lain, khususnya di Asia, serta dijadikan bahan kajian dari para akademisi internasional.
Pernah dalam satu kesempatan, Ketua Mahkamah Agung Persekutuan Malaysia meminta secara langsung kepada Penulis untuk mendapatkan Putusan MK Indonesia mengenai pemisahan hutan adat dan hutan negara dalam versi berbahasa Inggris. Meskipun bisa membaca Putusan MK Indonesia, namun menurutnya, adanya perbedaan kata dan makna kalimat antara Indonesia dan Malaysia dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam memaknai putusan MK Indonesia. Selain itu, tidak terhitung lagi jumlahnya ketika para akademisi internasional menanyakan putusan-putusan MK Indonesia dalam versi bahasa Inggris kepada Penulis. Artinya, keingintahuan pengadilan dan akademisi dari negara lain terhadap putusan MK Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris cukup tinggi.
MK Indonesia memang telah menerjemahkan beberapa putusannya ke dalam Bahasa Inggris yang tersedia di laman MK. Begitu juga, MK Indonesia telah mengirimkan ringkasan putusannya dalam bahasa Inggris ke Venice Commission untuk dimasukkan ke dalam database CODICES yang bisa diakses oleh seluruh negara. Akan tetapi, pencarian putusan MK Indonesia di dalam website tidaklah mudah dan sederhana dilakukan oleh para akademisi internasional yang belum memahami caranya. Begitu pula ringkasan putusan yang terdapat di CODICES, belum tersosialisasikan dengan baik. Secara jujur bahkan perlu diakui, seberapa banyak internal MK atau akademisi Indonesia yang mengetahui bagaimana cara mengakses putusan MK Indonesia di CODICES, meskipun caranya sebenarnya sangatlah sederhana.
Forum Internasional
Pembahasan putusan-putusan MK Indonesia di dalam forum dan konferensi internasional memang menjadi magnet bagi para akademisi internasional untuk mengetahui dan menjadi tertarik dengan putusan MK Indonesia. Akan tetapi, kegiatan ini bersifat sementara dan para akademisi memerlukan bahan yang lebih komprehensif daripada sekadar mengutip artikel atau tulisan dari pihak lain.
Oleh karenanya, sudah saatnya MK Indonesia mempublikasikan buku-buku berisi kompilasi landmark decisions dalam bahasa Inggris. Buku ini dapat dicetak dalam bentuk fisik sebagaimana MK Jerman dan MK Korea Selatan selalu mengirimkan buku berisi kompilasi putusannya kepada MK Indonesia dan MK-MK negara lain. Dengan demikian, putusan-putusan MK akan lebih mudah dipahami dan diketahui oleh para hakim dari negara lainnya.
Sangat menarik mencermati apa yang dilakukan oleh Kas Adenaur Stiftung (KAS) Asia yang meluncurkan buku “70 Years German Basic Law: The German Constitution and Its Court – Landmark Decisions of the Federal Constitutional Court of Germany in the Area of Fundamental Rights” di beberapa negara. Misalnya, KAS Asia menggandeng Center of Asian Law Studies, National University of Singapore (NUS) dan universitas lainnya di Korea untuk meluncurkan dan membahas buku berisi putusan-putusan MK Jerman.
Dengan kata lain, MK Jerman menjadi sangat terbantu dalam hal sosialisasi putusan-putusannya di kalangan akademisi internasional. Oleh karenanya, MK Indonesia perlu juga untuk mencetak buku yang berisi kompilasi landmark decisions berbahasa Inggris. Kemudian, tidak sekadar dikirimkan ke MK atau lembaga sejenis di negara lain, namun juga meluncurkan dan membedahnya di berbagai kampus luar negeri atau kegiatan internasional lainnya. Dengan cara seperti ini, akan terjadi akselerasi terhadap sosialisasi dan pemahaman putusan-putusan MK Indonesia. Untuk itu, MK perlu secara serius menyusun rencana ini dengan melibatkan pakar hukum yang memahami betul Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris di bidang hukum dengan baik. Sebab, menerjemahkan bahasa hukum, apalagi putusan pengadilan, sangat lah tidak mudah. Kesalahan penerjemahan akan mengakibatkan kesalahpahaman makna dan arti dari suatu putusan.
Apabila penyusunan buku kompilasi ini dilakukan secara bertahap dan konsisten, maka internasionalisasi putusan melalui penerbitan buku yang berisi kompilasi landmark decisions bisa terwujud pada saat merayakan hari jadi Mahkamah Konstitusi RI ke-20 tahun pada 2023, atau bahkan bisa lebih cepat dari itu. Namun, semuanya akan sangat tergantung dari prioritas kegiatan yang dicanangkan oleh MK. Untuk itu, tangan dingin dari para pimpinan MK akan menentukan cepat-lambatnya laju internasionalisasi putusan MK.
* Pan Mohamad Faiz, Ph.D. Peneliti Senior Mahkamah Konstitusi RI