Urgensitas Perubahan Kelima UUD 1945

URGENSITAS PERUBAHAN KELIMA UUD 1945

Pan Mohamad Faiz

(Artikel pendek diterbitkan dalam Buku “75 Tahun Indonesia: Pemuda dan Pikirannya untuk Indonesia” (2020) diterbitkan oleh Jaringan Alumni Luar Negeri/JALAR)

Setiap tanggal 18 Agustus, Indonesia kini memperingati “Hari Konstitusi” yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2008. Peringatan ini merujuk pada momentum 75 tahun silam ketika disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945. Dalam perspektif teori hukum tata negara, konstitusi merupakan sumber hukum tertinggi di suatu negara yang mengatur berbagai hal fundamental mengenai komposisi dan fungsi lembaga negara serta hubungan antara negara dengan warganya.

Berdasarkan lintasan sejarah ketatanegaraan, UUD 1945 pernah digantikan dengan Konstitusi RIS 1949 dan UUD Sementara 1950, sebelum akhirnya kembali lagi pada UUD 1945 pasca Konstituante dibubarkan melalui Dekrit Presiden 1959. Setelah era reformasi bergulir, UUD 1945 yang selama Orde Baru terkesan disakralkan akhirnya diubah. Alasannya, UUD 1945 tidak memiliki fondasi yang kuat untuk membangun pemerintahan demokratis. Selain itu, perlindungan dan jaminan hak asasi manusia bagi warga negara dirasa masih sangat lemah.

Setelah melalui empat tahapan perubahan (1999-2002), UUD 1945 mengalami perubahan sangat signifikan. Awalnya, UUD 1945 hanya memiliki 37 pasal, namun kemudian berkembang menjadi 73 pasal. Meskipun substansinya mengalami perubahan sebanyak 300%, namun nama UUD tersebut masih mencantumkan tahun 1945. Selain alasan untuk mempertahankan nilai historisnya, perubahan UUD 1945 tersebut menggunakan model adendum yang tetap mempertahankan naskah aslinya.

Setelah melewati dua dekade sejak reformasi berjalan, banyak perbaikan yang terjadi dalam tata kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Namun di tengah berbagai pencapaian positif tersebut, terdapat sekelompok kalangan yang menginginkan agar konstitusi dikembalikan lagi kepada UUD 1945 versi aslinya, Alasannya, kondisi Indonesia dianggap menjadi lebih carut marut karena tak lagi mencerminkan nilai filosofis dan ideologi Pancasila.

Pilihan untuk kembali pada UUD 1945 sebenarnya merupakan usulan yang kurang bijak.  Sebab, Presiden Soekarno sendiri sebelum pengesahan UUD 1945 menyatakan bahwa UUD 1945 tersebut dibuat sebagai “Undang-Undang Dasar kilat” (revolutie-grondwet). Menurutnya, apabila negara telah dalam suasana yang lebih tenteram maka MPR harus membuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna. Oleh sebab itu, menyempurnakan UUD 1945 melalui perubahan kelima menjadi pilihan yang lebih baik, apabila dibandingkan dengan kembali pada UUD 1945 versi asli.

Setidaknya ada beberapa ketentuan di dalam UUD 1945 yang perlu disempurnakan, antara lain, yaitu: kejelasan struktur dan wewenang MPR dalam Pasal 2 dan Pasal 3; penguatan sistem presidensial dalam Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 14; sistem pemilihan umum dalam Pasal 18 dan Pasal 22E; peran dan kewenangan DPD dalam Pasal 22D; kewenangan Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 24B dan Pasal 24C; sistem perekonomian dan penguasaan SDA dalam Pasal 33; serta sistematika, kohenrensi, dan konsistensi UUD 1945. Untuk menghindari konflik antara elit politik maka rancangan penyempurnaan UUD 1945 dapat disusun oleh Komisi Konstitusi sebagai badan independen yang dibentuk secara permanen. Komisi ini juga nantinya akan mengevaluasi secara rutin terhadap pelaksanaan UUD 1945 hasil perubahan. Dengan disempurnakannya UUD 1945 maka diharapkan aturan dasar bernegara menjadi semakin jelas yang pada akhirnya akan turut menunjang pembangunan nasional.

Dirgahayu Republik Indonesia!

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s