DISSENTING OPINIONS:
PENDAPAT BERBEDA HAKIM KONSTITUSI PALGUNA
Perbedaan pendapat hakim konstitusi saat memutus perkara terkadang tak terhindarkan. Tak sedikit putusan Mahkamah Konstitusi (MK) harus dijatuhkan berdasarkan suara terbanyak. Artinya, ada satu hakim konstitusi atau lebih tidak setuju atau berbeda pendapat dengan mayoritas hakim. Putusan pendapat hakim konstitusi yang berbeda harus dimuat dalam putusan MK sesuai bunyi Pasal 45 ayat (10) UU No. 24 Tahun 2003 yang telah diubah menjadi UU No. 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK).
Ada kalanya, seorang hakim konstitusi berbeda pendapat bukan pada seluruh substansi putusan perkara tertentu, melainkan hanya alasan atau pertimbangan hukum tertentu hingga sampai pada amar putusan. Selain itu, ada seorang hakim konstitusi setuju dengan amar putusan yang menjadi mayoritas pendapat hakim. Namun, hakim yang bersangkutan memiliki alasan/pertimbangan hukum berbeda baik seluruhnya maupun sebagian untuk tiba pada amar putusan. Perbedaan pendapat ini disebut concurring opinion.
Disssenting opinion sejak dahulu telah lazim dipraktikkan di negara-negara yang menganut sistem common law. Indonesia yang menganut tradisi sistem civil law dengan sebagian corak campuran dari sistem common law. Praktik dissenting opinion untuk pertama kalinya pada 1998. Kemudian, praktik dissenting opinion menemukan “ladangnya” pasca pembentukan MK pada 2003.
Memang seringkali dissenting opinion tidak dihiraukan saat putusan dijatuhkan. Namun, tidak menutup kemungkinan dissenting opinion yang awalnya dianggap sebelah mata, justru dapat dirasakan (manfaatnya) di kemudian hari karena menemukan kebenarannya. Nah, seputar pendapat berbeda diulas khusus oleh mantan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna terhadap sejumlah permohonan pengujian UU yang telah diputus MK lewat bukunya berjudul Dissenting Opinions: Pendapat Berbeda Hakim Konstitusi Palguna.
Buku ini telah melalui kajian sekaligus dapat dijadikan pedoman bagi mereka yang tertarik meneliti lebih lanjut. Lalu, sejauh mana kontribusi dan peran Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna selama dua periode yakni 2003-2008 dan 2015-2020 terhadap perkembangan dan dinamika putusan-putusan yang dikeluarkan MK.
Terlebih, Palguna pernah terlibat langsung dalam proses perdebatan dan perubahan UUD 1945 pada 1999 saat menjadi anggota MPR dari utusan daerah. Artinya, pemahaman Palguna terhadap original intent yang terkandung dalam amandemen UUD 1945 dapat dikatakan sangat mendalam. Palguna sendiri memiliki latar belakang keilmuan sebagai pengajar hukum internasional. Kemampuan dan wawasannya terhadap teori-teori dan doktrin di ranah hukum internasional cukup berimbang dengan pemahamannya terhadap hukum tata negara. Hanya sedikit akademisi di Indonesia yang menguasai dua bidang hukum tersebut sekaligus.
Dalam buku setebal 262 halaman ini telah tersaji 14 dissenting opinions yang pernah ditoreh Palguna dalam berbagai perkara pengujian UU yang diputus MK. Dari dissenting opinions tersebut tidak menutup kemungkinan dapat menjadi pendapat yang digunakan atau diikuti oleh MK di masa mendatang. Tidak tertutup kemungkinan pula dissenting opinions ini setidaknya membuka wacana dan diskursus akademik baru di berbagai kampus dan forum-forum ilmiah di Indonesia.
Kompilasi dissenting opinions ini bukti nyata bahwa Palguna memiliki pendirian kuat atas pendapatnya saat rapat permusyawaratan hakim ketika sudah tidak dapat lagi menemukan kesamaan titik pandang. Dengan membaca gaya bahasa dan penulisan dari 14 dissenting opinions ini dapat ditemukan petunjuk sejauh mana Palguna turut memberi kontribusi dan warna dalam putusan-putusan MK. Diantara dissenting opinions ini ada yang diuraikan dan penjelasannya sama panjang atau bahkan lebih panjang dibandingkan dengan pendapat hukum Mahkamah.
Ketika menulis dissenting opinions ini, Palguna memang tidak pernah sekalipun terbesit menjadi hakim yang sekedar terlihat berbeda dengan yang lain. Padahal, setiap dissenting opinions yang ditulisnya selalu dibuat dengan sungguh-sungguh dan penuh pertimbangan sebagai wujud pertanggungjawaban moral dan akademik kepada khalayak publik (akuntabilitas).
Berikut daftar 14 dissenting opinions Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna:
No | Perkara | Putusan MK |
1. | Tindak Pidana Teorisme | Putusan No. 013/PUU-I/2003 |
2. | Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi | Putusan No. 006/PUU-VI/2006 |
3. | Pengadilan Hak Asasi Manusia | Putusan No. 18/PUU-V/2007 |
4. | Penghinaan terhadap Presiden | Putusan No. 013-022/PUU-IV/2006 |
5. | Penetapan Tersangka Sebagai Objek Praperadilan | Putusan No. 21/PUU-XII/2014 |
6. | Pemufakatan Jahat Melakukan Tindak Pidana | Putusan No. 21/PUU-XIV/2016 |
7. | Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara | Putusan No. 25/PUU-XIV/2016 |
8. | Seleksi dan Pengangkatan Calon Hakim | Putusan No. 43/PUU-XII/2015 |
9. | Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah | Putusan No. 137/PUU-XIII/2015 |
10. | Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi | Putusan No. 36/PUU-XV/2017 |
11. | Informasi dan Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti | Putusan No. 20/PUU-XIV/2016 |
12. | Calon Perseorangan dalam Pemilihan Kepala Daerah | Putusan No. 5/PUU-V/2007 |
13. | Syarat Domisili bagi Calon Anggota DPD | Putusan No. 10/PUU-VI/2008 |
14. | Syarat Calon Kepala Daerah Tidak Pernah Dijatuhi Pidana | Putusan No. 42/PUU-XIII/2015 |
Dalam buku ini, diulas pula uraian pokok permohonan perkara, pertimbangan Mahkamah, amar putusan, hingga dissenting opinions Palguna yang dikemas dengan seringkas mungkin, sehingga diharapkan mudah dipahami pembaca. Buku ini sangat cocok untuk mahasiswa, dosen, praktisi hukum, pengacara, peneliti yang dapat menjadi bahan referensi membuat tugas kuliah, materi perkuliahan, contoh permohonan uji materi di MK bagi advokat/nonadvokat, dan kajian ilmiah. (*)
Peresensi: Aida Mardatillah
Sumber: HukumOnline
Judul: DISSENTING OPINIONS: Pendapat Berbeda Hakim Konstitusi Palguna
Editor: Pan Mohamad Faiz dan Achmad Edi Subiyanto
Penerbit: Rajawali Pers (2020)
Halaman: 262
ISBN: 978-623-231-274-6
Kata Pengantar: Dr. I D.G Palguna (Hakim Konstitusi RI)