
Blogger Indonesia of the Week (87): PMF

Sejumlah mahasiswa peserta program magang di Mahkamah Konstitusi dari Universitas Sriwijaya, Universitas UIN Makassar, dan Universitas Kristen Dwipayana, Rabu (24/9), melakukan tatap muka dan bincang-bincang dengan Hakim Konstitusi RI, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Diterima dengan penuh kehangatan di ruangannya, Jimly Asshiddiqie memberikan motivasi khusus kepada para calon sarjana hukum tersebut.
“Selain memperdalam ilmu hukum, mahasiswa hukum sebaiknya juga turut terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi. Sehingga, ketika lulus nanti para sarjana hukum tidak hanya berpikir tentang pasal-pasal saja, tetapi juga mempunyai bekal mengenai praktik-praktik yang terkait dengan manajemen administrasi, keuangan, dan kemampuan berdiplomasi”, tuturnya.
Walaupun masih tergolong sebagai lembaga negara yang baru, namun dari sudut ide, pembentukan fungsi Mahkamah Konstitusi telah muncul pada masa didirikannya BPUPKI di tahun 1945. Adalah Muhammad Yamin yang menggelontorkan ide mengenai perlunya diadopsi sistem pengujian undang-undang terhadap UUD (judicial review), hanya saja pada saat itu dia menggunakan istilah “membanding UU” kepada Balai Agung (Mahkamah Agung –red).
Akan tetapi, ide tersebut ternyata ditentang oleh Soepomo yang berpendapat bahwa selain Indonesia tidak menganut teori trias politika murni Montesquieu, sistem pengujian undang-undang tidaklah cocok dengan paradigma yang telah disepakati sebagai substansi yang terkandung di dalam UUD 1945.
Bertempat di ruang kerjanya, Jumat (5/9), Jimly Asshiddiqie bersama dengan Pengurus Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) melakukan silaturahmi sekaligus berdiskusi mengenai perkembangan sistem perpustakaan di Indonesia. Berulang kali istilah “revolusi” mencuat di tengah-tengah pertemuan tersebut. “Itu baru revolusi namanya”, ujar Jimly dihadapan Ketua PNRI, Dadi Rahmanata. Ada apa sebenarnya?
Rupanya gagasan yang dibawa oleh PNRI untuk melakukan digitalisasi perpustakaan sejalan dengan apa yang dipikirkan oleh Jimly selama ini. Menurutnya, hanya dengan mengembangkan perpustakaan yang berbasis digital dengan didukung perangkat internet, kapasitas data dan dokumen yang disimpan akan jauh lebih besar dibandingkan dengan perpustakaan dengan sistem konvensional fisik.