Pemilihan Umum dan Monetocracy

PEMILIHAN UMUM DAN MONETOCRACY

Pan Mohamad Faiz *

Sumber: Majalah Esquire Indonesia edisi Desember 2010

“Money Politics dan Shadow State adalah dua elemen yang membajak makna dan proses demokrasi atas nama uang”.

Demokrasi kerap dijadikan kambing hitam oleh sebagian kalangan atas tumpah ruahnya kebebasan yang kadang sulit dikendalikan. Demokrasi juga acapkali dipersalahkan atas tidak jelasnya arah perbaikan kondisi bangsa ini. Bahkan semenjak ribuan tahun yang lalu, demokrasi sudah terbaca belangnya oleh para filsuf dan guru etika seperti Plato, Aristoteles, ataupun Socrates.

Menurut mereka, demokrasi dapat melahirkan para kaum demagog, yaitu para orator ulung yang senang merayu, bersikap baik sesaat, dan menjual mimpi-mimpi utopis agar rakyat memilihnya. Namun setelah terpilih, rakyat dilupakan. Topeng-topeng semu itu kemudian dipakai kembali pada masa pemilihan selanjutnya (Focke, 1839).

Continue reading

Quo Vadis Putusan MA?

QUO VADIS PUTUSAN MA?

 Oleh: Pan Mohamad Faiz 

  Sumber: Seputar Indonesia –  Kamis, 30 Juli 2009

kpuAtmosfer politik Indonesia akhir-akhir ini memanas. Dua gugatan terhadap Keputusan KPU tentang Penetapan Hasil Rekapitulasi Pilpres telah dilayangkan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menengarai hasil penghitungan KPU tidak sah karena terlalu banyak pelanggaran dan kesalahan selama proses pemilihan presiden, baik secara prosedural maupun substansial. Sementara itu, minggu sebelumnya dunia perpolitikan kita lebih dahulu dikejutkan oleh keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 15 P/HUM/2009 bertanggal 18 Juni 2009.

MA memutuskan tidak sah dan tidak berlaku untuk umum Pasal 22 huruf c dan Pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU No 15/2009 terkait cara penghitungan tahap kedua untuk kursi DPR. Memang dalam putusan tersebut MA tidak mengutak-atik perolehan kursi partai politik yang berhak duduk di Senayan, namun secara tidak langsung dipastikan akan memengaruhi perolehan kursi dari banyak partai politik papan menengah.

Implikasinya, menurut CETRO, 66 kursi di DPR RI diperkirakan akan beralih partai! (Seputar Indonesia, 28/7). Karena putusan MA tersebut sangat berdampak pada konfigurasi politik nasional untuk lima tahun ke depan, tak ayal sensitivitas politiknya pun sangat tinggi. Akibatnya, ingar-bingar dan kemelut antara pihak yang diuntungkan dan dirugikan atas putusan tersebut kontan menghiasi berbagai media cetak dan elektronik.

Sayangnya, respons yang keluar dalam menanggapi putusan tersebut justru lebih banyak berhulu pada respons politik, bukan berangkat melalui respons hukum. Sejatinya,suatu produk hukum dan pengadilan harus pula ditanggapi dengan kajian yuridis, bukan justru dihadapkan sekadar dengan analisis dan bumbu politis.

KPU pun kian menjadi sorotan tajam dan berada pada posisi yang dilematis serta terjepit dalam kondisi ini. Di satu sisi KPU wajib menjalankan putusan tersebut, di sisi lain apabila melaksanakan putusan tersebut dapat mengakibatkan guncangnya sendi-sendi sistem politik dan pemilu yang bermuara pada keterpilihan kursi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Continue reading

Sengketa Antarcaleg

SENGKETA ANTARCALEG

Oleh: Pan Mohamad Faiz*

70823_suasana_sidang_sengketa_hasil_pemilu_di_mahkamah_konstitusi_thumb_300_225Usai sudah perhelatan 30 hari persidangan sengketa Pemilu Legislatif di Mahkamah Konstitusi (MK). Data terakhir menunjukkan bahwa dari 44 partai politik peserta Pemilu 2009, hanya 2 (dua) partai politik saja yang tidak mengajukan permohonan sengketa ke MK. Sedangkan untuk sengketa Pemilu anggota DPD, permohonan didaftarkan oleh 27 calon anggota perseorangan yang berasal dari berbagai provinsi di tanah air. Apabila dihitung jumlah keseluruhan kasusnya, maka Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2009 sebanyak 722 kasus atau sekitar 275% lebih banyak dari Pemilu 2004.

Meningkatnya jumlah kasus yang dipersengketakan di arena Mahkamah setidaknya disebabkan beberapa hal. Pertama, jumlah partai politik peserta Pemilu 2009 membengkak hampir 100%, yaitu dari 24 partai politik menjadi 44 partai politik. Kedua, pemahaman dan kesiapan partai politik perihal penyelesaian sengketa Pemilu sedikit lebih baik dari sebelumnya. Ketiga, carut-marut proses penyelenggaraan Pemilu juga berimbas terhadap merebaknya kasus sengketa Pemilu kali ini.

Benarkah pelaksanaan Pemilu 2009 yang penuh dengan duri dan onak ini berakibat pada meningkatnya angka sengketa Pemilu? Continue reading

Sengketa Pemilu dan Masa Depan Demokrasi

SENGKETA PEMILU DAN MASA DEPAN DEMOKRASI

Oleh: Pan Mohamad Faiz

63710_atribut_kampanye_pemilu_partaiPerhelatan akbar pesta demokrasi nasional guna memilih calon anggota legislatif 2009 berlangsung penuh warna. Hiruk-pikuk pelaksanaan Pemilu Indonesia yang melibatkan ribuan calon anggota legislatif guna memperebutkan sekitar 18.960 kursi, kerap menghiasi pemberitaan utama di media massa. Hal demikian semakin bertambah panas manakala sistem Pemilu yang digunakan menisbatkan sebagai sistem Pemilu terumit di dunia. Walhasil, benih-benih potensi sengketa Pemilu menjamur hampir di sebagian besar daerah pemilihan, khususnya terkait dengan cara dan proses penghitungan suara.

Pada dasarnya, ragam potensi sengketa Pemilu tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu pelanggaran administratif, pelanggaran pidana, dan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Untuk pelanggaran yang menyentuh ranah administratif menjadi kewenangan KPU, sedangkan terhadap pelanggaran pidana Pemilu masuk ke dalam ranah pengadilan umum. Sementara itu, PHPU menjadi domain khusus bagi Mahkamah Konstitusi untuk memutuskannya.

Continue reading