LEGITIMASI RUJUKAN HUKUM ASING DALAM PUTUSAN MK
* Dimuat pada Kolom Khazanah, KONSTITUSI No. 83 – Edisi Januari 2014 (Hal 62-65)
Dalam suatu kuliah umum di Australia, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyampaikan bahwa untuk memahami Konstitusi Indonesia, para Hakim Konstitusi juga merujuk pada sumber hukum dari negara-negara lain. Sumber hukum asing tersebut termasuk instrumen internasional dan praktik ketatanegaraan di negara lain. Alasannya, sebagian besar negara memiliki ide-ide bersama yang serupa di dalam pembentukan dan pelaksanaan nilai-nilai konstitusi.
Pernyataan inilah yang kemudian memicu seorang peneliti hukum bernama Diane Zhang dari Australia untuk melakukan studi dan evaluasi terhadap seberapa jauh penggunaan sumber hukum asing dalam putusan Mahkamah Konstitusi di Indonesia yang tertuang di dalam Minor Thesis pada Department of Law, University of Melbourne dengan judul, “The Use and Misuse of Foreign Materials by the Indonesian Constitutional Court: A Study of Constitutional Court Decision 2003-2008”.
Zhang berupaya untuk menjawab sedikitnya tiga pertanyaan mendasar, yaitu: Pertama, apakah penggunaan sumber hukum asing dalam ajudikasi konstitusi oleh MK memiliki legitimasi dan taat pada prinsip-prinsip demokrasi? Kedua, apakah MK memiliki pengetahuan yang cukup dalam konteks dan latar belakang penggunaan hukum asing yang akan ditransplasikan ke dalam sistem hukum Indonesia? Ketiga, apakah selektivitas MK dalam penggunaan hukum asing hanya digunakan ketika memperkuat posisi sebuah putusan dan berupaya menghindari hukum asing apabila dapat memperlemah putusannya?