[NEWS] Bagian IV: Melihat Negeri Naga dan Gajah

MELIHAT NEGERI NAGA DAN GAJAH

BrainDrainTenaga-tenaga ahli Indonesia banyak yang tertarik bekerja di luar negeri.Agar Indonesia tidak mengalami kekurangan tenaga ahli, atmosfer lingkungan kerja yang lebih kondusif harus dibangun.

Anak muda yang baru lulus kuliah dianggap memiliki idealisme tinggi. Mereka biasanya haus akan pengetahuan baru dan sangat ingin mempraktikkan ilmu yang sudah didapat dalam kehidupan nyata sehari- hari. Demikian juga anakanak Indonesia yang berhasil meraih gelar master, doktor, hingga profesor dari perguruan tinggi di luar negeri.

Mereka masih memiliki idealisme untuk menyumbangkan ilmu demi membangun masyarakat. Sejatinya jika ada ruang untuk berekspresi dan mengembangkan diri,para tenaga ahli akan memilih bekerja dan tinggal di dalam negeri bersama sanak saudara. Sebagaimana pepatah, seenak-enaknya hidup di negeri orang, masih enak di negeri sendiri.

Sayangnya, lingkungan kerja di dalam negeri belum cukup kondusif sehingga mereka lebih memilih hengkang dan berkompetisi dalam bursa kerja global. Maraknya tenaga ahli yang bekerja di luar negeri (brain drain) tidak selalu berkonotasi negatif. Menurut Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Rusliwa Soemantri, dengan bekerja di luar negeri, mereka akan meniti karier dan menimba pengalaman sebanyak- banyaknya sehingga sekembalinya ke Indonesia mereka bisa menyumbangkan ilmu mereka bagi pembangunan bangsa.

Continue reading

[NEWS] Bagian III: Setitik Asa untuk Cendekia

brain_drain3SETITIK ASA UNTUK CENDEKIA

Sudah bukan rahasia lagi, di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kerap dijadikan panglima oleh sejumlah negara untuk maju. Siapa yang menguasai iptek,bakal menguasai dunia.

Sejumlah negara yang memperhatikan iptek mengalami kemajuan yang luar biasa. Sebut saja sejumlah negara Asia yang saat ini diperhitungkan dunia seperti Korea Selatan,India, Jepang,China,dan Pakistan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendefinisikan profesi peneliti dengan insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan.

Dengan kepakaran itulah mereka diharapkan memberikan sumbangan yang sangat berarti. Saat ini dari segi jumlah, peneliti Indonesia masih kurang. Menurut data per 31 Maret terdapat 7.673 peneliti yang terdiri atas 1.819 peneliti pertama, 2.146 peneliti muda, 2.666 peneliti madya, 777 peneliti utama,dan 265 profesor riset. Dibanding penduduk Indonesia, jumlah tersebut tentu sangat sedikit.

Beberapa institusi bahkan menyatakan bahwa tidak ada yang berminat untuk menjadi peneliti sehingga rekrutmen dilakukan dari kalangan PNS yang ada. Melihat jumlah yang kecil baik dari kuantitas maupun kualitas tampaknya untuk mencetak profesi peneliti bukalah hal yang mudah.

Continue reading

[NEWS] Bagian II: Tercecernya Otak Cemerlang

TERCECERNYA OTAK CEMERLANG

BRAINDrain3Fenomena hengkangnya otak cemerlang atau yang kerap disebut brain drain kembali mengemuka. Sekitar 1.000 peneliti Indonesia lebih memilih berkarier di luar negeri.

Apa sebabnya? Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Jeni Ruslan menyatakan, dari puluhan ahli peneliti yang sebelumnya menjadi peneliti di Indonesia, kini setengahnya bekerja di beberapa pusat penelitian di luar negeri.Menurut dia,hal ini karena rendahnya pendapatan seorang peneliti di Indonesia.

Berbeda ketika mereka merintis karier di luar negeri. “Gaji para peneliti di Indonesia kecil dan minim. Bila jabatannya segitu, gajinya tetap segitu. Akibatnya banyak ahli peneliti Indonesia berlomba-lomba menjadi peneliti di luar negeri,” ungkapnya. Masalah kesejahteraan ini memang menjadi salah satu motivasi para peneliti untuk keluar dari negeri.

Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Fasli Jalal, selain masalah materi, ada juga beberapa alasan kenapa peneliti Indonesia lebih memilih berkarier di luar negeri. Pertama, para ilmuwan potensial melihat adanya pengembangan karier yang lebih menjanjikan. Alasan ini lebih banyak ditujukan bagi para mahasiswa yang menuntut ilmu ke luar negeri, namun tidak memiliki tujuan balik ke dalam negeri.

Continue reading

Wawancara oleh Human Capital: Brain Drain SDM TI yang Tersia-siakan

BRAIN DRAIN SDM TI YANG TERSIA-SIAKAN

Human Capital Magazine: Edisi 58 Januari 2009


“Fenomena brain drain SDM TI terjadi di negara-negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Bagaimana mengatasinya?”


human-capitalSydney, Australia, 9 September 2007. Pan Mohamad Faiz, alumni Delhi Vishwavidyalaya yang berprofesi sebagai peneliti konstitusional di Mahkamah Konstitusi Indonesia menyampaikan makalahnya berjudul Brain Drain dan Sumber Daya Manusia Indonesia: Studi Analisa terhadap Reversed Brain Drain di India yang disampaikan pada Konferensi International Pelajar Indonesia (KIPI).

Pada makalah tersebut, Faiz mengidentifikasi fenomena brain drain yang umumnya terjadi di negara-negara berkembang. Faiz menguraikan problematika dan tantangan Indonesia dalam pengembangan SDM terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disebabkan oleh brain drain. Dan, pada akhir makalahnya, penulis menyuguhkan pola pengembangan SDM guna mencegah dan mengatasi efek negatif dari brain drain dengan melakukan studi analisa terhadap keberhasilan India dalam mewujudkan reversed brain drain khususnya di sektor TI.

Continue reading