Pendidikan dan Konstitusi

PATAHNYA SEMANGAT KONSTITUSI
Oleh: Pan Mohamad Faiz
Ketua Umum Dewan Pimpinan Perhimpunan Pelajar Indonesia di India 

pendidikan.jpgMemasuki rencana 100 tahun peringatan lahirnya Boedi Oetomo, dunia pendidikan Indonesia justru dirundung duka. Pasalnya, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan “gaji pendidik” sebagai bagian dari rezim anggaran pendidikan dalam APBN, dinilai oleh banyak kalangan akan menghambat laju pendidikan.

Akibatnya kini telah terjadi perubahan formulasi secara besar-besaran, dimana apabila gaji pendidik dimasukkan dalam anggaran pendidikan, maka secara drastis persentase anggaran pendidikan akan naik sebesar 7%. Dengan kata lain, anggaran pendidikan terdongkrak menjadi 18% dari total APBN 2007 yang lalu. Tatkala besaran ini telah mendekati angka 20% sebagai kewajiban konstitusi (constitutional obligation), namun dalam kenyataannya belum banyak terjadi perubahan yang signifikan pada lingkungan pendidikan Indonesia.

Tentunya kita juga menyadari bahwasanya carut-marut dunia pendidikan Indonesia bukan sekedar terletak pada anggaran semata. Namun demikian, kita tidak dapat memungkiri bahwa anggaran pendidikan memegang peranan sangat penting dalam memacu peningkatan mutu dan kualitas di bidang pendidikan. Terlebih lagi, bangsa Indonesia masih belum mampu keluar dari permasalahan mendasar yaitu pemenuhan pendidikan tingkat dasar sebagai fundamental rights setiap warga negara yang telah dijamin secara penuh di dalam Pasal 31 ayat (1) dan (2) UUD 1945.

Continue reading

Judicial Review di Indonesia

KONSEP JUDICIAL REVIEW DI INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA

judicial-review2.jpgMembahas mengenai konsep Judicial Review di Indonesia bukanlah perkara yang mudah, mengingat konsep ini baru mulai berkembang dalam praktiknya setelah terjadinya amandemen UUD 1945. Mulai dari penggunaan istilahnya pun sudah mengundang berbagai perdebatan. Istilah judicial review, constitutional review, constitutional adjudication, toetsingrecht, seringkali menjadi tumpang-tindih antara satu dengan lainnya. Sebelum Penulis membahas secara khusus mengenai hal ini, ada baiknya Penulis sampaikan diskusi singkat mengenai judicial review terkait dengan praktik ketatanegaraan RI pasca amandemen UUD 1945.

Berikut ini merupakan petikan diskusi antara Penulis dengan Prof. Yusril Ihza Mahendra dalam salah satu artikelnya.

Continue reading

Konstitusi dan Kitab Suci

CONSTITUTION OR HOLY BOOK?
By: Pan Mohamad Faiz, New DelhiThis article was published on the Jakarta Post (01/11/07)

One of the important developments in our constitutional structure was the establishment of the Constitutional Court as a response to the demand for a strengthening of the checks and balances in the system of state administration.

The improvement in the constitutional situation post the amendment has been very fast. Recently, Indonesian society entered a new stage of constitutional practice as regards the fight for the basic right of freedom of religion.This basic right is clearly stated in Article 28B(1), Article 28I(1), and Article 29 of the Constitution, as well as in international human rights instruments, particularly Article 18 of the Universal Declaration of Human Rights (UDHR) and Article 18 of the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).

Until today, the main problems regarding the protection of freedom of religion have never entered the arena of constitutional review. The Constitutional Court’s decision No. 12/PUU-V/2007 on the Marriage Law, especially the articles on polygamy, has opened the gate to constitutional activism for the protection of freedom of religion as a fundamental right of every Indonesian citizen.

A constitution as the supreme law of the land sets out the basic structure of the governmental system in every nation. The constitution of every country, however, has different characteristics that can influence the form of the state. As regards the freedom of religion, we often hear about the different concepts of a religious state, secular state and other types of state.

Continue reading

UUD 1945 dan Hukuman Mati

TAFSIR MAHKAMAH KONSTITUSI:
HUKUMAN MATI TIDAK BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945


Tafsir UUD 1945 oleh Mahkamah Konstusi terkait dengan konstitusionalitas “Hukuman Mati” yang telah ditunggu lama akhirnya tiba juga. Berikut merupakan kutipan berita resmi yang diturunkan oleh Mahkamah dari ruang persidangan sesaat setelah palu Majelis diketukkan sebagai tanda diputusnya perkara dengan sifat final dan binding.

Ketentuan Pasal 80 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a; Pasal 81 ayat (3) huruf a; Pasal 82 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, dan ayat (3) huruf a UU Narkotika, sepanjang mengenai ancaman pidana mati, tidak bertentangan dengan Pasal 28A dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.Hal tersebut dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pembacaan putusan permohonan pengujian UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (UU Narkotika) yang diajukan para Pemohon perkara 2/PUU-V/2007 (Edith Yunita Sianturi, Rani Andriani, Myuran Sukumaran, Andrew Chan) dan Pemohon perkara 3/PUU-V/2007 (Scott Anthony Rush), Selasa (30/10) di Ruang Sidang MK. Para Pemohon yang sebagian merupakan warga negara asing yang telah dipidana mati tersebut merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan adanya ancaman pidana mati dalam UU Narkotika.

Continue reading