[NEWS] Bagian III: Setitik Asa untuk Cendekia

brain_drain3SETITIK ASA UNTUK CENDEKIA

Sudah bukan rahasia lagi, di era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) kerap dijadikan panglima oleh sejumlah negara untuk maju. Siapa yang menguasai iptek,bakal menguasai dunia.

Sejumlah negara yang memperhatikan iptek mengalami kemajuan yang luar biasa. Sebut saja sejumlah negara Asia yang saat ini diperhitungkan dunia seperti Korea Selatan,India, Jepang,China,dan Pakistan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendefinisikan profesi peneliti dengan insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan.

Dengan kepakaran itulah mereka diharapkan memberikan sumbangan yang sangat berarti. Saat ini dari segi jumlah, peneliti Indonesia masih kurang. Menurut data per 31 Maret terdapat 7.673 peneliti yang terdiri atas 1.819 peneliti pertama, 2.146 peneliti muda, 2.666 peneliti madya, 777 peneliti utama,dan 265 profesor riset. Dibanding penduduk Indonesia, jumlah tersebut tentu sangat sedikit.

Beberapa institusi bahkan menyatakan bahwa tidak ada yang berminat untuk menjadi peneliti sehingga rekrutmen dilakukan dari kalangan PNS yang ada. Melihat jumlah yang kecil baik dari kuantitas maupun kualitas tampaknya untuk mencetak profesi peneliti bukalah hal yang mudah.

Continue reading

[NEWS] Bagian II: Tercecernya Otak Cemerlang

TERCECERNYA OTAK CEMERLANG

BRAINDrain3Fenomena hengkangnya otak cemerlang atau yang kerap disebut brain drain kembali mengemuka. Sekitar 1.000 peneliti Indonesia lebih memilih berkarier di luar negeri.

Apa sebabnya? Kepala Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Jeni Ruslan menyatakan, dari puluhan ahli peneliti yang sebelumnya menjadi peneliti di Indonesia, kini setengahnya bekerja di beberapa pusat penelitian di luar negeri.Menurut dia,hal ini karena rendahnya pendapatan seorang peneliti di Indonesia.

Berbeda ketika mereka merintis karier di luar negeri. “Gaji para peneliti di Indonesia kecil dan minim. Bila jabatannya segitu, gajinya tetap segitu. Akibatnya banyak ahli peneliti Indonesia berlomba-lomba menjadi peneliti di luar negeri,” ungkapnya. Masalah kesejahteraan ini memang menjadi salah satu motivasi para peneliti untuk keluar dari negeri.

Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Fasli Jalal, selain masalah materi, ada juga beberapa alasan kenapa peneliti Indonesia lebih memilih berkarier di luar negeri. Pertama, para ilmuwan potensial melihat adanya pengembangan karier yang lebih menjanjikan. Alasan ini lebih banyak ditujukan bagi para mahasiswa yang menuntut ilmu ke luar negeri, namun tidak memiliki tujuan balik ke dalam negeri.

Continue reading

[NEWS] Bagian I: Menggempur Dunia dari Luar

MENGGEMPUR DUNIA DARI LUAR

brain-drain2Potensi Indonesia tidak hanya sumber daya alam, namun juga sumber daya manusia yang melimpah. Saat ini, puluhan ribu pelajar dan peneliti Indonesia berada di luar negeri.

Sayangnya, potensi mereka tidak bisa dipergunakan secara maksimal. Selama ini ada anggapan yang menyebutkan bahwa keberadaan mereka di luar negeri kurang memberi kontribusi kepada negara. Sebab, masih berkembang mindset bahwa selama mereka tidak kembali ke dalam negeri, pemerintah dan bangsa Indonesia tidak bisa memanfaatkan potensi yang mereka miliki.

Tetapi, mereka punya alasan tersendiri mengapa lebih memilih tinggal di negara lain ketimbang di negeri sendiri. Diantaranya masalah kesejahteraan dan fasilitas untuk mengaplikasikan keilmuan mereka yang masih minim di Tanah Air. Setidaknya, jaringan teknologi dan ilmu pengetahuan, informasi, fasilitas penelitian merupakan beberapa hal yang bisa dimanfaatkan mereka di negeri orang.

Selama ini diketahui bahwa banyak para cendikia Indonesia yang berserakan di negara lain. Karena itu, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di luar negeri, sejak era 1990-an mulai membahas agak serius untuk menghimpun para potensi yang berserak tersebut. Sebab, pada dasarnya mereka ingin mengabdi kepada negara, namun tidak mengerti cara yang efektif.

Belum lagi dengan adanya anggapan miring yang menyebtukan mereka kurang nasionalis. Terutama bagi mereka yang belajar di luar negeri atas beasiswa negara. Niat untuki menyatukan para ilmuan di luar negeri saat ini mulai menemui titik terang dengan akan dibentuknya Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).

Mantan Ketua PPI di India Pan Mohamad Faiz kepada Seputar Indonesia mengatakan, selain masalah jaringan, pemerintah bisa mengetahui sumber daya yang ada. Untuk mewujudkan hal itu, I4 akan sudah membangun website untuk mendata semua ilmuan.

Continue reading