THE ROLE OF THE CONSTITUTIONAL COURT IN PROTECTING ECONOMIC AND SOCIAL RIGHTS IN INDONESIA
I D.G. Palguna, Saldi Isra and Pan Mohamad Faiz
Abstract
One of the important elements of a constitutional democratic state is the guarantee of human rights protection for its citizens. As a constitutional democratic state, Indonesia has adopted various human rights provisions from international covenants, following the amendment of the Indonesian Constitution. However, such guarantees do not necessarily mean that human rights will definitely be respected, particularly those concerning economic and social rights. Given this situation, the judicial review mechanism of the Constitutional Court is often used by citizens to uphold their rights. This article analyzes the Constitutional Court’s role in protecting citizens’ economic and social rights enshrined in the Indonesian Constitution. It concludes that economic and social rights can be judicially enforced through Constitutional Court decisions in a diverse array of cases, such as electricity, oil and natural gas, water resources, national social security, the education budget, pension payments, and marriageable age.
Keywords: Constitutional Court, Economic Rights, Social Rights, Judicial Review, Indonesia.
Citation: Palguna, I D.G., Isra, S., & Faiz, P.M. (2021). The role of the constitutional court in protecting economic and social rights in Indonesia. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 24(S5), 1-16
Download: here.

Proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya dalam perkara pengujian undang-undang, memiliki karakter yang berbeda dengan proses persidangan di pengadilan lain. Pertama, perkara pengujian konstitusionalitas suatu undang-undang di MK tidak bersifat adversarial atau contentious. Artinya, perkara pengujian undang-undang pada prinsipnya tidak terkait dengan kepentingan yang saling bertabrakan antara satu dengan lainnya.
Pada medio 2016, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri mencabut dan merevisi sebanyak 3.143 Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Kepala Daerah (Perkada), dan Peraturan Mendagri (Kemendagri, 2016). Umumnya, Perda dan Perkada yang dicabut atau direvisi tersebut berkaitan dengan investasi, retribusi, dan pajak. Menteri Dalam Negeri dan Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dapat membatalkan Perda dan Perkada tersebut karena telah diberikan wewenang berdasarkan Pasal 251 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU Pemda). Alasan utama Pemerintah untuk melakukan deregulasi Perda dan Perkada tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 250 UU Pemda, karena dinilai bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum, khususnya telah menyebabkan terganggunya akses terhadap pelayanan publik dan/atau terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.